Artikel ini membahas strategi pengembangan pariwisata bahari Indonesia yang meliputi: (1) mengubah sistem birokrasi menjadi sistem pendekatan entrepreneurial, (2) pemetaan potensi dan lingkungan pariwisata bahari, (3) rencana investasi dan pembangunan berdasarkan pemetaan, (4) peningkatan kualitas SDM, dan (5) strategi pemasaran yang baik. Kelima strategi ini diharapkan dapat memaksimalkan peran pariwisata b
2. Pariwisata Bahari
1-2
Daftar Isi
Artikel 1 Pariwisata Bahari: Raksasa Ekonomi Indonesia Yang Masih
Tidur .................................................................................................. 1-4
Artikel 2 Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari .................................... 2-7
Artikel 3 Strategi Pengembangan Wisata Bahari Indonesia ......................... 3-9
Artikel 4 Indonesia Lebarkan Jalur untuk Wisata Selam, Layar dan
Pesiar Nusantara ............................................................................ 4-12
Artikel 5 Pengembangan Wisata Bahari Di Indonesia................................. 5-13
Artikel 6 Pengembangan Pariwisata Bahari ................................................ 6-16
Artikel 7 Rakornas Pengembangan Wisata Alam Bahari 2011................... 7-18
Artikel 8 Bangkitnya Ekonomi Kreatif Wisata Bahari.................................. 8-19
8.1. Pengembangan Industri Kreatif.................................................. 8-19
8.2. Penyerapan Tenaga Kerja......................................................... 8-20
Artikel 9 Tentang Marine tourism Atau Wisata Bahari................................ 9-22
9.1. Pengembangan Marine tourism Yang Berkelanjutan Dan
Berbasis Masyarakat ................................................................. 9-22
9.2. Konsep Marine tourism.............................................................. 9-24
9.3. Konsep Marine tourism Berkelanjutan Berbasis Masyarakat...... 9-26
Artikel 10 Panduan Teknis Perencanaan Tata Ruang Wilayah Pesisir
dan Laut ........................................................................................ 10-28
10.1.Ringkasan................................................................................ 10-28
10.2.Pendahuluan ........................................................................... 10-29
10.2.1. Latar Belakang ............................................................... 10-29
10.2.2. Tujuan & Sasaran........................................................... 10-30
10.2.3. Ruang Lingkup ............................................................... 10-30
10.3.Kawasan Wisata Bahari di Wilayah Pesisir & Laut................... 10-31
10.3.1. Batasan Pengembangan Kawasan Wisata Bahari.......... 10-31
10.3.2. Karakteristik Kawasan Wisata Bahari ............................. 10-33
10.3.3. Potensi Pengembangan Kawasan.................................. 10-33
10.4.Rencana Penataan Kawasan Wisata Bahari............................ 10-34
10.4.1. Kriteria Penentuan Kawasan .......................................... 10-34
10.4.2. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kawasan....................... 10-44
10.4.3. Komponen Pengembangan Kawasan............................. 10-44
3. Pariwisata Bahari
1-3
10.4.4. Konsep Rencana Tata Ruang Kawasan ......................... 10-47
10.4.5. Model Perencanaan Pemanfaatan Lahan Wisata ........... 10-51
4. Pariwisata Bahari
1-4
Artikel 1
Pariwisata Bahari:
Raksasa Ekonomi Indonesia Yang Masih Tidur
http://rokhmindahuri.wordpress.com/tag/pariwisata-bahari/
Sejarah peradaban manusia membuktikan, bahwa kemajuan suatu negara-bangsa
amat ditentukan oleh kemampuannya dalam mendiagnosis akar permasalahan dan
potensi pembangunan yang dimilikinya, dan kemudian menggunakan seluruh
potensi tersebut untuk mengatasi sejumlah permasalahan secara cerdas, cepat,
dan tepat. Dari perspektif ekonomi, permasalahan bangsa Indonesia yang paling
mendasar dan mendesak adalah :
1. kemiskinan (40 juta orang),
2. pengangguran (37 juta orang), dan
3. penurunan daya saing ekonomi.
Kemiskinan dan pengangguran dalam jumlah besar bagaikan ’bom waktu’ yang
setiap saat bisa meledak berupa demonstrasi, perkelahian masal, bahkan revolusi
sosial. Lebih dari itu, kemiskinan dan pengangguran juga mengakibatkan seseorang
(keluarga) tidak mampu mencukupi lima kebutuhan dasarnya (pangan, sandang,
perumahan, kesehatan, dan pendidikan). Sehingga wajar, bila gizi buruk, busung
lapar, folio dan diare kini merebak hampir di seluruh Nusantara. Gizi buruk,
rendahnya pendidikan dan keterampilan yang menggelayuti kebanyakan saudara-
saudara kita membuat daya saing ekonomi Indonesia semakin melorot, dan
semakin tergilas oleh roda globalisasi yang sarat dengan persaingan keji semangat
neo-liberalisme. Pendeknya, kemiskinan, pengangguran, dan rendahnya mutu
SDM merupakan tiga musuh besar bangsa Indonesia yang harus segera
dimusnahkan.
Untuk menanggulangi sejumlah persoalan di atas, maka kita harus segera memacu
laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (di atas 7,5% per tahun) secara
berkesinambungan (sustainable) dan, pada saat bersamaan, ’kue’ pertumbuhan
ekonomi tersebut dibagikan kepada seluruh rakyat secara adil; sehingga dalam
jangka pendek (5 tahun mendatang) seluruh anak bangsa minimal mampu
memenuhi lima kebutuhan dasarnya. Sudah tentu, semua upaya peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan termaksud haruslah
mengindahkan daya dukung lingkungan, guna menjamin pembangunan yang kita
laksanakan berlangsung secara berkelanjutan.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkelanjutan hanya dapat direngkuh,
jika kita mampu melakukan investasi dan usaha untuk :
1. merevitalisasi sumber-sumber pertumbuhan yang ada, dan
2. membangkitkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru (new sources of
economic growth).
Salah satu sumber pertumbuhan eknonomi baru Indonesia yang potensinya sangat
besar adalah pariwisata bahari (marine and coastal tourism). Namun sampai saat ini
5. Pariwisata Bahari
1-5
pemanfaatannya masih sangat rendah. Ibarat ’raksasa ekonomi yang masih tidur’
(the sleeping giant of economy).
Sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dikaruniai Tuhan
YME berbagai macam ekosistem pesisir dan laut (seperti pantai berpasir, goa,
laguna, estuaria, hutan mangrove, padang lamun, rumput laut, dan terumbu karang)
yang paling indah dan relatif masih ’perawan’ (pristine, unspoiled) (Mann, 1992).
Diantara sepuluh ekosistem terumbu karang terindah dan tarbaik di dunia, enam
berada di tanah air yakni : Raja Ampat, Wakatobi, Taka Bone Rate, Bunaken,
Karimun Jawa, dan Pulau Weh (WTO, 2000). Ringkasnya, kawasan pesisir dan laut
Indonesia merupakan tempat ideal bagi seluruh jenis aktivitas pariwisata bahari
yang meliputi:
1. sun bathing at the beach or pool;
2. ocean or freshwater swimming;
3. beachside and freshwater sports such as water scooter, sausage boat, water
tricycle, wind surfing, surfboarding, paddle board, parasailing, kayacking,
catamarans, etc;
4. pleasure boating;
5. ocean yachting;
6. cruising;
7. fishing;
8. diving, snorkeling, glass boat viewing and underwater photography;
9. marine parks;
10.canoeing; and
11.coastal parks, wild life reserves, rain forest, gardens and trails, fishing villages.
Jika kita mampu mengembangkan potensi bahari, maka nilai ekonomi berupa
perolehan devisa, sumbangan terhadap PDB, peningkatan pendapatan masyarakat,
penciptaan lapangan kerja, dan sejumlah multiplier effects sangat besar. Sebagai
perbandingan adalah Negara Bagian Queensland, Australia dengan panjang garis
pantai hanya 2100 km dapat meraup devisa dari pariwisata bahari sebesar US$ 2,1
milyar pada tahun 2003. Demikian juga halnya dengan Malaysia, Thailand,
Maladewa, Mauritius, Jamaica, dan Negara lainnya yang telah menikmati nilai
ekonomi cukup besar dari pariwisata bahari. Sampai saat ini devisa dari sektor
pariwisata bahari di Indonesia baru mencapai sekitar US 1 milyar per tahun.
Untuk meningkatkan kinerja sektor periwisata bahari, lima komponen utama dari sisi
pengadaan (supply side) parwisata bahari, yakni :
1. objek pariwisata bahari (attractions),
2. transportasi,
3. pelayanan,
4. promosi, dan
5. informasi,
harus secara terpadu diperkuat dan dikembangkan, sehingga lebih atraktif atau
minimal sama dengan yang ditawarkan oleh negara-negara lain. Selain itu, sektor
pariwisata bahari harus didukung oleh kebijakan politik-ekonomi (keuangan,
ketenagakerjaan, infrastruktur, keamanan dan kenyamanan, dan kebijakan
7. Pariwisata Bahari
2-7
Artikel 2
Strategi Pengembangan Pariwisata Bahari
http://rokhmindahuri.wordpress.com/tag/pariwisata-bahari/
Telah kita ketahui bahwa potensi wisata bahari kita sangat beragam dan nilai
keindahaanya tiada bandingannya di dunia. Seperti di Kep. Padaido di Papua yang
memiliki taman laut yang indah, keindahnya bahkan menepati peringkat tertinggi di
dunia dengan skor 35. Dan telah mengalahkan taman laut Great Barrier Reef [skor
28] di Queensland, Australia. Lebih dari itu selain jenis wisata alam (Eco Tourism)
seperti taman laut kep. Padaido kita juga masih memiliki banyak jenis wisata bahari
lainya yang tersebar di seluruh wilayah nusantara yaitu di antaranya:
1. Wisata bisnis (business tourism),
2. Wisata pantai (seaside tourism),
3. Wisata budaya (cultural tourism),
4. Wisata pemancingan (fishing tourism),
5. Wisata pesiar (cruise tourism),
6. Wisata olahraga (sport tourism), dan
7. Masih banyak jenis wisata bahari lainya.
Namun potensi yang di miliki tersebut saat ini belum sepenuhnya menjadi
keunggulan kompetitif (competitive advantage) bangsa Indonesia yang dapat
memberikan kontribusi besar pada perekonomian nasional. Oleh karena itu agar
pariwisata bahari benar-benar menjadi salah satu penopang perekonomian negara
secara berkelanjutan (an economically sustainable area/ecosytem), maka pariwisata
bahari harus di bangun dengan strategi yang terencana dan bervisi jangka panjang :
1. Strategi pertama, dalam pengelolaan pariwisata bahari tersebut pemerintah
harus mengubah dari pendekatan dari sistem birokrasi yang berbelit menjadi
sistem pendekatan entrepreurial. Dimana pemerintah dituntut untuk tanggap dan
selalu bekerja keras dalam melihat peluang dan memanfaatkan peluang tersebut
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal ini pemerintah sebagai
pemegang kebijakan harus meyiapkan sebuah regulasi/kebijakan yang men-
dukung pengembangan pariwisata bahari. Kebijakan tersebut antara lain, men-
ciptakan kawasan ekonomi khusus di kawasan yang sedang mengembangkan
pariwisata bahari, misalnya memberikan kebijakan bebas visa pada wisatawan
yang akan berkunjung dll.
2. Kedua, melakukan pemetaan terhadap potensi pariwisata bahari yang dimiliki,
yaitu berupa nilai, karakteristiknya, infarstruktur pendukungnya, dan kemampu-
annya dalam menopang perekonomian. Dengan demikian dapat ditentukan
parawisata bahari mana yang harus segera dibangun dan mana yang hanya
perlu direvitalisasi. Selain itu kita juga perlu memetakan lingkungan yang terkait
dengan pariwisata bahari baik lingkungan internal maupun ekternal. Lingkungan
internalnya yang perlu dipetakan adalah sejauh mana kekuatan dan kelemahan
8. Pariwisata Bahari
2-8
(strength and weakness) pariwisata bahari tersebut. Sedangkan lingkungan
eksternal yang perlu dipetakan adalah :
a. sosial-budaya, politik/kebijakan,
b. ekonomi-pasar, dan
c. kemampuan teknologi.
3. Selain itu juga perlu diketahui sejauh mana negara-negara lain melangkah dalam
pengembangan pariwisata bahari, sehingga kita bisa belajar dari keberhasilan
dan kegagalan mereka dalam mengembangkan pariwisata bahari.
4. Ketiga, menyusun rencana investasi dan pembangunan atas berbagai informasi
yang telah kita dapatkan dari pemetaan diatas. Yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan ini adalah, bahwa kita tidak hanya akan membangun sebuah
pariwisata bahari saja Namun juga perlu diperhatikan faktor pendukungnya
seperti akses transportasi, telekomunikasi dll. Dengan demikian rencana
pengembangan pariwisata bahari dapat terukur dan tetap sasaran.
5. Keempat, menciptakan kualitas SDM yang tangguh di bidang paraiwisata bahari,
baik :
a. skill-nya,
b. kemampuan dalam inovasi,
c. adaptabilitas dalam menghadapi berbagai perubahan lingkungan eksternal,
d. budaya kerja dan tingkat pendidikan, serta
e. tingkat pemahaman terhadap permasalahan strategis dan konsep yang akan
dilaksanakannya.
Karena di masa mendatang keunggulan SDM dalam berinovasi akan sangat
penting setara dengan pentingnya SDA dan permodalan. Hal ini terkait dengan
perkembangan teknologi yang pesat, khususnya teknologi informasi.
6. Kelima, melakukan strategi pemasaran yang baik, seperti yang dilakukan negara
tetangga kita Thailand yang memasarkan objek wisatanya di televisi-televisi
internasional dan berbagai media seperti internet, majalah dan pameran-
pameran pariwisata di tingkat internasional. Bahkan mereka menghabiskan dana
sekitar US$ 1 miliyar untuk mempromosikan wisata mereka di beberapa jaringan
televisi internasional. Bahkan saking kreatifnya, beberapa negara melakukan
segmentasi pasar wisatawan, ini seperti yang dilakukan Hong Kong dan Thailand
untuk memudahkan merencanakan pengembangan pariwisatanya dengan tidak
menyamaratakan pasar wisatawannya.
Kelima strategi ini kiranya dapat membantu bangsa ini dalam rangka
memaksimalkan peran pariwisata bahari. Namun tetap saja, strategi-strategi ini
tidak akan berarti jika pemerintah, investor/swasta, perbankkan, dan masyarakat
tidak bersatu-padu dalam membangun pariwisata bahari untuk kemakmuran rakyat.
9. Pariwisata Bahari
3-9
Artikel 3
Strategi Pengembangan Wisata Bahari Indonesia
http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=102
Memang sulit disangkal bahwa kepariwisataan modern itu lebih berorientasi pada
menjamah pantai dan laut yang hangat airnya seperti di kawasan tropika Nusantara
itu, Di situlah, wisatawan dari bagian dunia nir-tropika bermandi-surya yang
"mewah", beralaskan pantai pasir yang putih bersih, dan air laut yang jernih
membiru. Bayangkan mereka itu datang berbondong-bondong mengharapkan
bukan hanya untuk beristirahat, melainkan juga untuk melakukan berbagai kegiatan
olahraga air yang dinamik seperti berenang, menyelam menikmati keindahan
ekosistem terumbu karang tropika, ski-air, selancar-air, bersampan, berlayar di laut,
dan berlari-pagi serta bersantai-ria di tepi pantai berlatarkan pemandangan nyiur
melambai yang dihiasi oleh keanekaragaman flora dan fauna tropika yang
memukau. Itulah impian mereka sebelum tiba di daerah tujuan wisata pantai dan
laut tropika. Impian yang sempurna . . .
Bayangkan pula, wisatawan mancanegara (wisman) yang akan menyerbu pantai
dan laut tropika datang dari benua Amerika Utara (USA dan Kanada), benua Eropa,
yang relatif jauh, hingga ke benua Australia; dan Selandia Baru; Singapura
(ASEAN), Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan sebagai negara maju industri-baru-
muncul sebagai negara-negara tetangga. Jangan lupa bahwa wisatawan nusanara
(wisnus) pun akan cenderung meningkat bila kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat terus dipacu. Wisnus pun meminta ruang gerak dalam kawasan pantai
dan laut tropika Nusantara ini. Pantai dan laut tropika yang akan menjadi sasaran
global adalah: Asia (tempat Indonesia berada), Afrika dan Amerika Latin.
Dari gambaran di atas, tidak ada ruang kawasan yang paling pantas diserbu di
masa datang secara berbondong-bondong oleh wisman dan wisnus dengan irama
kunjungan yang gencar dan intensitas tinggi, selain dari pada lokasi pantai dan laut.
Di satu pihak, kecenderungan ini bisa merupakan anugerah buat Indonesia yang
haus devisa buat pembangunan bangsa dan negara. Namun di lain pihak, patut
disadari bahwa pembangunan ekonomi umumnya dan pengembangan
kepariwisataan khususnya, atas dasar pengalaman, bukan hanya menghasilkan
kemakmuran dan kemajuan, melainkan juga menimbulkan perubahan terhadap
lingkungan dan sumber daya alam yang tidak diharapkan dan tidak diinginkan.
Perubahan ini acap muncul di luar rencana dan mengejutkan dan menggoncangkan
penduduk dan masyarakat setempat, maupun pemerintah di tingkat Pusat dan
Daerah. Perubahan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam di luar rencana
inilah yang dikenal dengan istilah dampak lingkungan.
Di masa lalu memang perkembangan kepariwisataan di suatu ruang kawasan
tertentu memang sering tanpa kiprah perencanaan (yang matang). Perubahan
lingkungan hidup/sumber daya alam sebagai akibat dari suatu perkembangan
kepariwisataan dan merupakan dampak baik terhadap lingkungan hidup biogeofisik
10. Pariwisata Bahari
3-10
dan sumber daya alam, maupun lingkungan hidup sosial ekonomi dan budaya
penduduk setempat memang tidak pernah secara metodologis dipertimbangkan
sebagai bagian dari proses perencanaan yang tak bisa terpisahkan. Apalagi
menjadi bagian yang menyatu dengan upaya pengelolaan kepariwisataan.
Apabila hal ini terus berlangsung dalam kecenderungan pariwisata pantai dan laut
yang makin cenderung menuju pairwisata-masal, dampak biogeofisik dan sosial
ekonomi dan budaya secara negatif dari kegiatan wisata pantai dan laut akan tak
bisa terhindarkan lagi. Yang patut diperhitungkan pula adalah kenyataan bahwa
wisnus bukan hanya bisa berkunjung secara masal, namun juga datang berbondong
secara bermusim saja. Biasanya wisnus datang berbondong-bondong secara masal
hanya dalam suatu musim (libur) yang relatif pendek sehingga upaya untuk
mengatasi peningkatan pelayanan dan pengelolaan wisata itu tak terhindarkan dan
amat melonjak dan serentak. Namun kemudian semua upaya itu mereda secara
mendadak pula untuk keperluan pemenuhan gejala masal berjangka pendek.
Sambil para wisatawan-masal yang datang dan pergi secara singkat ini
meninggalkan tapak dan jejak yang mengotori, mencemarkan, merusak DTW
karena kedatangannya yang berbondong itu. Karena itu, kewaspadaan terhadap
dampak lingkungan dalam upaya menghadapi pengembangan wisata pantai dan
laut (WISATA BAHARI) untuk menerima kunjungan wisatawan-masal menjadi
sangat penting guna memelihara keberlanjutan kualitas lingkungan hidup/sumber
daya alam wisata tropika khususnya, dan menjamin pembangunan (ekonomi)
berkelanjutan umumnya.
Dari uraian tersebut di atas kewaspadaan terhadap dampak lingkungan dari
pengembangan wisata bahari tampak tidak hanya memerlukan pandangan tentang
perlunya proses perencanaan dan perancangan diperkenalkan dan digalakkan,
melainkan juga memerlukan cara pandang dan langkah-langkah strategis. Cara
pandang ini harus mampu mengantisipasi perkembangan wisata bahari ini sebagai
potensi nasional dan global yang bisa menerobos masalah lintas-sektor dan lintas-
budaya (bangsa) dalam perjalanan ruang dan waktu. Inilah tantangan berat yang
akan dihadapi Indonesia. Terlebih-lebih penghayatan terhadap pentingnya penataan
ruang kebaharian dimulai dari titik nadir yang masih memprihatinkan. Di ruang
kawasan daratan yang sudah berkembang pun makna tata ruang kawasan,
kesulitan memandang pariwisata sebagai kiprah lintas sektor belum bisa benar-
benar berlangsung secara optimal.
Strategi pengembangan Wisata Bahari Indonesia patut dipandang dari tiga segi
dasar pemikiran dan kenyataan yang kini berlangsung:
1. Pertama, tidak ada orang yang berani menyangkal bahwa potensi Wisata Bahari
Indonesia itu besar dan beraneka. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa
Indonesia memang berwujud negara kepulauan itu.
2. Kedua, namun juga tidak ada orang yang berani mengatakan betapa besar dan
betapa beranekanya kekayaan alam bahri ini bisa diangkat melalui
pengembangan Wisata Bahari Indonesia itu secara nyata dan kongkrit ? Hal ini
berarti bahwa penelitian dasar tentang kekayaan hayati dan nir-hayati bahari
nusantara masih pada tingkat minimum.
11. Pariwisata Bahari
3-11
3. Ketiga, inilah yang patut diperhatikan secara serius. Pada saat Bangsa Indonesia
boleh berbesar hati karena dianugerahi potensi Wisata Bahari Indoensia yang
berlimpah, hanya memang belum sempat mengkongkritkan limpahan potensi itu
guna mampu menarik manfaatnya yang nyata bagi bangsa dan negara. Pada
saat yang sama, kenyataan pahit membuktikan pula bahwa pencemaran dan
perusakan lingkungan dan pemborosan sumber daya alam bahari sudah dan
sedang berlangsung dalam proporsi yang telah memprihatinkan. Bahkan
kenyataan ini sudah menarik perhatian dunia secara regional dan global.
Karena itu, strategi pengembangan Wisata Bahari Indonesia harus memuat :
1. Proses persiapan, perencanaan dan perancangan Wisata Bahari Indonesia yang
sesuai dengan arahan Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan
Lingkungan seperti ditetapkan dalam Tap MPR No. II/1993.
2. Dengan demikian, pengembangan Wisata Bahari Indonesia akan sudah meng-
antisipasi secara terpadu kemungkinan terjadinya dampak lingkungan
hidup/sumber daya alam sejak dini, yang digarap sejak tahap pra-rencana,
sehingga upaya untuk mencegah dan mengurangi serta mengendalikan dampak
lingkungan hidup/sumber daya alam sebagai bagian dari pengembangan Wisata
Bahari Indonesia yang tak terpisahkan dapat dilaksanakan.
3. Studi pra-rencana untuk mendukung Wisata Bahari Indonesia dalam PBBL
(Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan) tersebut, sekali-
gus akan memberikan data dasar dan masukan yang berharga atas potensi Wi-
sata Bahari Indonesia itu sendiri khususnya, dan menambah hanya pengetahuan
alam bahari Nusantara pada umumnya yang memang masih sangat kurang.
4. Pengembangan Wisata Bahri Indonesia lebih diarahkan dan dipacu guna menuju
upaya pengembangan Ekowisata/Wisata Ramah Lingkungan yang justru berpola
pada upaya pemanfaatan optimal yang sekaligus menyelamatkan lingkungan
daya alam bahari. Pengembangan Wisata Bahari Indonesia tidak ditujukan untuk
menambah parah pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan
pemborosan sumber daya alam bahari.
5. Dalam rangka pengendalian dampak sosial ekonomi dan budaya,
pengembangan Wisata Bahari Indonesia harus ditujukan pada upaya
meningkatkan pemerataan kesempatan, pendapatan, peran serta dan tanggung
jawab masyarakat setempat yang terpadu dengan upaya pemerintah (Daerah)
dan dunia usaha yang relevan, dalam mengembangkan Wisata Bahari Indonesia
maupun dalam pengelolaan lingkungan hidup/sumber daya alam baharinya.
Upaya ke arah perumusan strategi pengembangan Wisata Bahari Indonesia ini
sedang dirintis secara terpadu oleh a.l. Bappenas, P3O-LIPI, beberapa Pemda, dan
instansi lain yang relevan. (R.E. Soeriaatmadja)
12. Pariwisata Bahari
4-12
Artikel 4
Indonesia Lebarkan Jalur untuk Wisata Selam, Layar dan
Pesiar Nusantara
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/04/indonesia-lebarkan-jalur-untuk-wisata-
selam-layar-dan-pesiar-nusantara
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyelenggarakan seminar yang
bertajuk, "Pariwisata Bahari 4 (empat) Tahun ke Depan" pada hari Jumat 30 Maret
2012. Seminar dengan cakupan nasional ini diselenggarakan bersamaan dengan
diadakannya rangkaian acara Deep Indonesia 2012, yang bertempat di Jakarta
Convention Center, kompleks Senayan Jakarta Selatan.
Seminar ini dihadiri oleh beragam elemen industri pariwisata tanah air. Sebagai
keynote speaker, hadir para pelaku industri jajaran depan pariwisata bahari
Nusantara. Dalam paparannya - mewakili Kemenparekraf - Direktur Pengembangan
Wisata Minat Khusus Achyaruddin S.E., M.sc. menjelaskan strategi khusus yang
difokuskan pada pengembangan wisata Bahari nusantara. Penjelasannya dipatok
pada target pelaksanaan empat tahun, mengingat keefektifan program baru bisa
dirasakan setelah empat tahun berjalan.
Salah satu paparan yang paling signifikan adalah dibukanya jalur yang lebih besar
untuk tipe pariwisata minat khusus. Menurut Achyaruddin, tipe pariwisata ini
berbeda dengan jenis wisata massal. “Harga tinggi bukan masalah. Justru
pariwisata jenis ini memang sudah seharusnya mahal. Karena tersegmentasi dan
membutuhkan biaya yang tinggi,” tukasnya. Segmentasi yang dimaksud
Achyaruddin mengerucut kepada beberapa jenis pelesir :
1. Diving (selam),
2. Sailing (layar), dan
3. Cruise ship (pesiar).
“Selama ini wisata layar berhasil menarik para peminatnya, namun hanya terpaku
pada sebuah rangkaian acara. Para pegiat wisata layar tidak bisa dan tidak tahu
bagaimana cara memasuki wilayah perairan Indonesia, apabila mereka hendak
berpelesir secara perorangan, bukan dalam sebuah event,” jelasnya. Dari
permasalahan itu, timbul wacana untuk membuat sebuah sistem entry yang
memungkinkan mereka masuk kapan saja. Karena perairan Indonesia luas, maka
lebih dari satu titik masuk yang akan disediakan. Dengan wacana ini, diharapkan
kuantitas para peminat wisata layar yang memasuki perairan Indonesia bisa
ditingkatkan.
Selain bahasan itu, dalam seminar ini juga dibahas pemberdayaan pulau-pulau kecil
sebagai salah satu daya tarik pariwisata bahari nasional. Peran pulau kecil
Indonesia yang jumlahnya ribuan, bisa dijadikan magnet baru yang eksotis bagi
para wisatawan. Sebelum bisa dijadikan magnet pariwisata. “Pariwisata Bahari
Indonesia beberapa tahun ke depan akan punya wajah cerah, dan kita semua
menantinya,” ujar Achyaruddin.
13. Pariwisata Bahari
5-13
Artikel 5
Pengembangan Wisata Bahari Di Indonesia
http://tabeatamang.wordpress.com/2012/09/11/pengembangan-wisata-bahari-di-
indonesia/
Kawasan Timur Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi wisata
cruise. Daerah-daerah seperti Ternate, Tidore, dan tetangga-tetangganya
menyediakan paket tur yang menarik :
1. tepi pantai yang indah,
2. taman karang yang aman (laguna),
3. puncak gunung api yang dapat didaki,
4. adat istiadat yang eksotis seperti tarian cakalele, tinggalan budaya masa lampau
(benteng dan istana sultan),
5. fauna dan flora yang asli dan
6. studi kasus etnologi dan antropologi yang akan memuaskan para peneliti (asing).
Wisatawan yang datang ke salah satu tempat di Kawasan Timur Indonesia hanya
memanfaatkan infrastruktur alam, misalnya kondisi iklim, sejarah, kebudayaan, dan
sebagainya yang tidak dirancang secara khusus. Dari sudut pandang ekonomi,
pemanfaatan pariwisata terhadap infrastruktur alam mempunyai marginal cost yang
rendah. Pemerintah pusat dan daerah dapat menekan pengeluaran ekstra untuk
mengadakan infrastruktur. Padahal, untuk pengembangan pariwisata infrastruktur di
luar itu harus dibuat, meskipun dengan skala proritas.
Keuntungan mengembangkan wisata bahari dengan mengundang kapal pesiar
asing dengan wisatawannya untuk berkunjung ke Kawasan Timur Indonesia.
Alasannya, kapal pesiar tidak perlu ada pelabuhan tempatnya bersandar. Kapal
pesiar dapat melepaskan sauhnya di lepas pantai. Wisatawan yang hendak
berkunjung ke pulau yang akan disinggahinya cukup dengan menggunakan sekoci
dari kapal tersebut.
Apabila dikaitkan dengan konsep Negara Kepulauan, dalam pengembangan Wisata
Bahari ada dua hal yang dapat dilakukan. Kedua hal tersebut adalah :
1. Traditional cruise dan
2. River Cruise.
Traditional cruise dapat dilakukan menggunakan angkutan kapal-kapal tradisional
seperti Pade’wakang dan Pinisi dengan melayari jalur-jalur pelayaran tradisional
yang biasa dilakukan sejak masa lampau hingga sekarang. Apabila membuka
website, traditional cruise sudah pernah dilakukan di kawasan Timur Indonesia
dengan menggunakan Pinisi yang sudah dimodifikasi menjadi kapal pesiar. Namun
tidak diketahui jalur-jalur pelayarannya, apakah masih melayari jalur tradisional atau
sudah disesuaikan dengan tur yang ditawarkan.
Berdasarkan data sejarah, di kawasan timur Indonesia terdapat banyak pelabuhan
tua yang hingga kini masih berfungsi dengan komunitas masyarakatnya yang
beragam. Pelabuhan-pelabuhan tua tersebut, antara lain Ternate, Tidore, Baubau
14. Pariwisata Bahari
5-14
(Buton), Bima (Sumbawa), Labuhanbajo (Flores), Mataram (Lombok), Singaraja
(Bali), dan lain-lain. Pada masa lampau pelabuhan-pelabuhan ini banyak disinggahi
kapal-kapal dari kerajaan-kerajaan di nusantara dengan pelaut/pedagangnya
sebagian besar orang Bugis-Melayu. Tidak heran pada masa kini di pelabuhan-
pelabuhan tersebut tinggal komunitas Bugis.
Wisata Bahari yang dapat dikembangkan di kawasan ini adalah Traditional Cruise
dengan menggunakan kapal Pinisi. Alangkah baiknya dengan menggunakan kapal
Pade’wakang (sejenis Pinisi yang sudah hampir punah). Ini sekaligus dapat
melestarikan tinggalan budaya masa lampau. Jalur-jalur pelayarannya adalah antar
pelabuhan-pelabuhan tua tersebut. Tentunya dekat dengan pelabuhan tua tersebut
ada obyek wisata lain yang menarik.
Apabila membuka website yang berkaitan dengan Pinisi Cruise, pada saat ini sudah
dilakukan di kawasan timur Indonesia dengan pelabuhannya antara lain di
Makassar dan Benoa. Tempat lain yang disinggahi adalah Pulau Komodo, dan
masih banyak lagi tempat menarik yang dapat dikunjungi. Di samping mengunjungi
tempat-tempat yang menarik, kegiatan dalam cruise tersebut juga beragam, antara
lain menyelam dan berselancar.
Dalam sebuah Negara Kepulauan, sebuah pelabuhan tidak harus ada di sebuah
teluk yang dalam dan terlindung dari tiupan angin, tetapi bisa juga pelabuhan
terdapat di pedalaman yang jalan masuknya melalui sungai-sungai besar.
Pelabuhan di daerah pedalaman banyak ditemukan di Pulau Sumatra, seperti di
Jambi melalui Sungai Batanghari dan Palembang melalui Sungai Musi; Kalimantan
seperti Pontianak melalui Sungai Kapuas, Banjarmasin melalui Sungai Barito dsb.
Di daerah ini dapat dikembangkan river cruise dengan menggunakan kapal Pinisi
juga. Hingga saat ini banyak kapal Pinisi yang melayari sungai-sungai tersebut.
Bahkan di beberapa tempat terdapat perkampungan komunitas Bugis yang sedang
membangun Pinisi. Di Banjarmasin masih ditemukan kelompok Melayu-Dayak yang
membuat Jukung dalam berbagai ukuran. Dunia Bahari mengenal alat angkut air
tersebut dengan nama Jukung Barito.
Usulan pengembangan wisata bahari di Indonesia :
1. Sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic States) kita dapat mengutamakan
pengembangan Wisata Bahari melalui program Traditional Cruise dengan
menggunakan kapal-kapal tradisional Pade’wakang atau Pinisi melalui jalur-jalur
pelayaran tradisional yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan tua. Traditional
Cruise adalah pelayaran wisata menggunakan kapal layar motor tradisional,
diawaki pelaut tradisional, melayari jalur-jalur pelayaran tradi-sional, dan
menyinggahi pelabuhan-pelabuhan tua baik yang ada di Nusantara maupun di
negara-negara ASEAN lain.
2. River Cruise di Indonesia dapat dikembangkan di kawasan yang mempunyai
pelabuhan pedalaman, seperti di Sumatra dan Kalimantan. Untuk negara yang
tidak mempunyai laut, seperti Laos, River Cruise dapat dikembangkan
semaksimal mungkin. Laos dengan sungai Mekhong, yang sampai di Thailand
menjadi sungai Chao Praya, kaya akan tinggalan budaya masa lampaunya
berupa pagoda-pagoda yang dibangun di tepian sungai.
15. Pariwisata Bahari
5-15
3. Traditional Cruise dan River Cruise dapat digabungkan menjadi satu paket
Cruise. Dapat dikemukakan sebagai contoh, misalnya antara Palembang dan
Melaka yang mempunyai latar belakang sejarah sama. Pada sekitar abad ke-15
kedua pelabuhan ini mempunyai jalur pelayaran tradisional. Pada kala tertentu
orang-orang dari Melaka datang ke Palembang untuk melakukan ziarah ke Bukit
Siguntang di Palembang. Demikian juga antara Palembang dan Singapura yang
pada abad ke-15 masih bernama Tumasik.
Untuk mewujudkan cruise-cruise tersebut tentu saja ada persyaratannya yang
berkaitan dengan obyek wisata, sarana dan prasarana di daerah yang dikunjungi.
Syarat-syarat tersebut, antara lain :
1. Pelabuhan yang dikunjungi dalam paket Traditional Cruise mempunyai daya tarik
tersendiri, misalnya pelabuhan Ternate dan Bima dekat dengan keraton sultan.
Atau dekat dengan obyek wisata lain yang tidak terlalu jauh dari tempat kapal
membuang sauh.
2. Melalui kajian sejarah dapat diketahui jaringan-jaringan pelayaran trandisional
antara pelabuhan tua di Indonesia dan pelabuhan tua di negara lain, seperti
antara Palembang-Ketapang-Tumasik-Melaka.
3. Menggunakan angkutan air yang tradisional, seperti Pade’wakang dan Pinisi. Di
negara-negara ASEAN lain tentu mempunyai kapal tradisional. Singapura yang
mayoritas penduduknya Tionghoa, mengembangkan Harbour Cruise on the
Imperial Cheng Ho. Kapal yang digunakan semacam jung Tiongkok tetapi tidak
menggunakan layar. Bagian kabin dan deknya dimanfaatkan sebagai restoran
yang menghidangkan Chinese Food.
4. Untuk cruise gabungan (Traditional Cruise dan River Cruise), masing-masing
negara harus memberikan informasi mengenai kedalaman dan lebar sungai yang
layak dilayari oleh kapal-kapal tradisional seperti Pinisi yang biasa mengarungi
laut dan memasuki sungai besar.
5. Di daerah obyek wisata yang ada di tepian sungai besar, harus dibuat dermaga
yang layak untuk sandar kapal wisata. Untuk Indonesia, dapat dikemukakan
sebagai contoh Batanghari Cruise yang menyinggahi kompleks percandian
Muara Jambi.
16. Pariwisata Bahari
6-16
Artikel 6
Pengembangan Pariwisata Bahari
http://indonesianmaritimenews.com/media.php?module=detailberita&id=177-
pengembangan-pariwisata-bahari
Telah kita ketahui bahwa potensi wisata bahari kita sangat beragam dan nilai
keindahaanya tiada bandingannya di dunia. Seperti di Kep. Padaido di Papua yang
memiliki taman laut yang indah, keindahnya bahkan menepati peringkat tertinggi di
dunia dengan skor 35. Dan telah mengalahkan taman laut Great Barrier Reef [skor
28] di Queensland, Australia. Lebih dari itu selain jenis wisata alam (Eco Tourism)
seperti taman laut kep. Padaido kita juga masih memiliki banyak jenis wisata bahari
lainya yang tersebar di seluruh wilayah nusantara yaitu di antaranya: Wisata Bisnis
(Business Tourism), Wisata Pantai (Seaside Tourism), Wisata Budaya (Cultural
Tourism), wisata pemancingan (fishing tourism), Wisata Pesiar (Cruise Tourism),
Wisata Olahraga (Sport Tourism), dan masih banyak jenis wisata bahari lainya.
Namun potensi yang di miliki tersebut saat ini belum sepenuhnya menjadi
keunggulan kompetitif (competitive advantage) bangsa Indonesia yang dapat
memberikan kontribusi besar pada perekonomian nasional. Oleh karena itu agar
pariwisata bahari benar-benar menjadi salah satu penopang perekonomian negara
secara berkelanjutan (an economically sustainable area/ecosytem), maka pariwisata
bahari harus di bangun dengan strategi yang terencana dan bervisi jangka panjang.
1. Dalam pengelolaan pariwisata bahari tersebut pemerintah harus mengubah dari
pendekatan dari sistem birokrasi yang berbelit menjadi sistem pendekatan
entrepreurial. Dimana pemerintah dituntut untuk tanggap dan selalu bekerja
keras dalam melihat peluang dan memanfaatkan peluang tersebut sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal ini pemerintah sebagai
pemegang kebijakan harus meyiapkan sebuah regulasi/kebijakan yang
mendukung pengembangan pariwisata bahari. Kebijakan tersebut antara lain,
menciptakan kawasan ekonomi khusus di kawasan yang sedang
mengembangkan pariwisata bahari, misalnya memberikan kebijakan bebas visa
pada wisatawan yang akan berkunjung dll.
2. Melakukan pemetaan terhadap potensi pariwisata bahari yang dimiliki, yaitu
berupa nilai, karakteristiknya, infarstruktur pendukungnya, dan kemampuanya
dalam menopang perekonomian. Dengan demikian dapat ditentukan parawisata
bahari mana yang harus segera dibangun dan mana yang hanya perlu
direvitalisasi. Selain itu kita juga perlu memetakan lingkungan yang terkait
dengan pariwisata bahari baik lingkungan internal maupun ekternal. Lingkungan
internalnya yang perlu dipetakan adalah sejauh mana kekuatan dan kelemahan
(strength and weakness) pariwisata bahari tersebut. Sedangkan Lingkungan
eksternal yang perlu dipetakan adalah sosial-budaya, politik/kebijakan, ekonomi-
pasar, dan kemampuan teknologi. Selain itu juga perlu diketahui sejauh mana
negara-negara lain melangkah dalam pengembangan pariwisata bahari,
17. Pariwisata Bahari
6-17
sehingga kita bisa belajar dari keberhasilan dan kegagalan mereka dalam
mengembangkan pariwisata bahari.
3. Menyusun rencana investasi dan pembangunan atas berbagai informasi yang
telah kita dapatkan dari pemetaan diatas. Yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan ini adalah, bahwa kita tidak hanya akan membangun sebuah
pariwisata bahari saja Namun juga perlu di perhatikan faktor pendukungnya
seperti akses transportasi, telekomunikasi dll. Dengan demikian rencana
pengembangan pariwisata bahari dapat terukur dan tetap sasaran.
4. Menciptakan kualitas SDM yang tangguh di bidang paraiwisata bahari, baik skill-
nya, kemampuan dalam inovasi, adaptabilitas dalam menghadapi berbagai
perubahan lingkungan eksternal, budaya kerja dan tingkat pendidikan serta
tingkat pemahaman terhadap permasalahan strategis dan konsep yang akan
dilaksanakannya. Karena di masa mendatang keunggulan SDM dalam
berinovasi akan sangat penting setara dengan pentingnya SDA dan permodalan.
Hal ini terkait dengan perkembangan teknologi yang pesat, khususnya teknologi
informasi.
5. Melakukan strategi pemasaran yang baik, seperti yang dilakukan negara
tetangga kita Thailand yang memasarkan objek wisatannya di televisi-televisi
internasional dan berbagai media seperti internet, majalah dan pameran-
pameran pariwisata di tingkat internasional. Bahkan mereka menghabiskan dana
sekitar US$ 1 miliyar untuk mempromosikan wisata mereka di beberapa jaringan
televisi internasional. Bahkan saking kreatifnya, beberapa negara melakukan
segmentasi pasar wisatawan, ini seperti yang dilakukan Hong Kong dan Thailand
untuk memudahkan merencanakan pengembangan pariwisatanya dengan tidak
menyamaratakan pasar wisatawannya.
Kelima strategi ini kiranya dapat membantu bangsa ini dalam rangka
memaksimalkan peran pariwisata bahari. Namun tetap saja, strategi-strategi ini
tidak akan berarti jika pemerintah, investor/swasta, perbankkan, dan masyarakat
tidak bersatu-padu dalam membangun pariwisata bahari untuk kemakmuran rakyat.
18. Pariwisata Bahari
7-18
Artikel 7
Rakornas Pengembangan Wisata Alam Bahari 2011
http://www.wakatobinationalpark.com/berita_view/289/
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) pengembangan Wisata Alam Bahari
diselenggarakan pada tanggal 9-10 Mei 2011 di Pulau Seribu Marine Resort, Pulau
Pantara, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Rakornas ini dilatarbelakangi oleh belum
optimalnya kegiatan pengembangan wisata alam bahari di kawasan konservasi
yang memiliki potensi daya tarik wisata alam bahari atau yang lebih dikenal dengan
nama wisata alam bahari dan dimaksudkan untuk merumuskan strategi
pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam bahari di kawasan
konservasi. Tujuan dari Rakornas yaitu antara lain :
1. Menajamkan konsep pengembangan wisata alam bahari di kawasan konservasi.
2. Mengidentifikasi peran dan fungsi masing-masing stakeholder dalam
melaksanakan kegiatan pengembangan wisata alam bahari di kawasan
konservasi.
3. Meningkatkan kinerja dan kapasitas masing-masing stakeholder dalam
pengembangan wisata alam bahari di kawasan konservasi.
4. Memahami dan mendapatkan pengetahuan, teknologi dan informasi tentang
pengembangan wisata alam bahari di kawasan konservasi melalui contoh-contoh
baik di dalam maupun luar negeri.
Pada akhir acara rakornas menghasilkan rumusan yang menyebutkan adanya 4
(empat) tipologi permasalahan, yaitu:
1. masih adanya konflik tenurial, keamanan kawasan dan usulan alih fungsi
kawasan.
2. keterbatasan kapasitas pengelolaan.
3. pengembangan kawasan berpotensi belum optimal; dan
4. masih lemahnya kebijakan pendukung.
19. Pariwisata Bahari
8-19
Artikel 8
Bangkitnya Ekonomi Kreatif Wisata Bahari
http://raynimaforum.blogspot.com/
Sebagai negara maritim dengan 75 persen wilayahnya adalah laut dan 17.000
pulau, Indonesia berpotensi sebagai salah satu negara tujuan atau destinasi wisata
bahari kelas dunia. Keanekaragaman alam, flora dan fauna, serta tanaman laut
yang tersebar di seluruh wilayah merupakan potensi luar biasa yang bisa dijual.
Peluang ini semakin diperkuat dengan perubahan paradigma pariwisata
internasional yang mengarah pada minat khusus, termasuk wisata bahari. Potensi
wisata bahari Indonesia yang ditawarkan untuk dikelola secara profesional selama
ini antara lain taman nasional laut, taman wisata laut, suaka alam laut, suaka
margasatwa laut, dan situs peninggalan budaya bawah air. Potensi itu tersebar di
wilayah seluas 5,6 juta hektare.
Pariwisata bahari memiliki masa depan yang menjanjikan untuk menunjang
pembangunan kelautan. Dari berbagai kajian, wisata bahari adalah sektor yang
paling efisien dalam bidang kelautan sehingga wajar jika pengembangannya
menjadi prioritas.
Objek-objek utama yang menjadi potensi pariwisata bahari terutama adalah :
1. wisata bisnis (business tourism),
2. wisata pantai (seaside tourism),
3. wisata budaya (culture tourism),
4. wisata pesiar (cruise tourism),
5. wisata alam (eco tourism) dan
6. wisata olahraga (sport tourism).
Dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, prospek pariwisata bahari Indonesia
diproyeksikan akan memberikan devisa sebesar US$ 13,80 miliar (Tridoyo
Kusumastanto, 2002). Sayangnya, potensi wisata bahari yang demikian besar di
negeri ini tidak diikuti dengan program promosi yang baik. Belum adanya kerja
sama yang baik antara pemerintah, masyarakat dan swasta menyebabkan wisata
bahari di Indonesia belum berkembang dengan baik. Meskipun banyak pihak yang
bergerak dalam industri ini, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
masing-masing pihak bergerak sendiri-sendiri.
8.1. Pengembangan Industri Kreatif
Strategi promosi yang tidak jelas serta belum berorientasi pasar, rendahnya
brand awareness terhadap produk-produk wisata bahari, belum jelasnya
target konsumen, segmentasi dan posisi pasar, belum adanya konsep yang
jelas mengenai batasan daya dukung lingkungan terhadap wisata bahari,
SDM sektor pariwisata yang ada belum memenuhi standar mutu dan
profesionalisme di bidangnya adalah deretan persoalan yang dihadapi dalam
pengembangan wisata bahari.
20. Pariwisata Bahari
8-20
Hal lain yang turut menghambat perkembangan wisata bahari di Tanah Air
adalah belum seragamnya aturan pemerintah di tingkat daerah terkait wisata
bahari, belum adanya perangkat kekuatan hukum untuk mengatur perizinan
usaha wisata bahari milik swasta di suatu kawasan wisata, iklim usaha dan
investasi di Indonesia yang kurang kondusif, budaya sanitasi masyarakat yang
masih tradisional maupun berbagai kerusakan lingkungan yang disebabkan
aktivitas manusia.
Padahal, kegiatan pariwisata bahari jelas akan memberikan manfaat dalam
meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir di wilayah tersebut. Tambahan
pendapatan ini karena bertambahnya jumlah usaha untuk mendukung
kegiatan pariwisata. Jika sebelum berkembangnya kegiatan pariwisata, usaha
masyarakat bisa jadi hanya bertumpu pada sektor perikanan, namun seiring
dengan berkembangnya wisata bahari tak sedikit anggota masyarakat yang
mempunyai usaha lebih dari satu. Satu keluarga ada yang bekerja sebagai
nelayan, petani rumput laut, jasa perahu, warung suvenir maupun warung
kebutuhan pokok.
Wisata bahari akan memberikan dampak terhadap pengembangan industri
kreatif seperti perhotelan (penginapan), industri kerajinan (cendera mata) dan
sebagainya. Selanjutnya industri-industri ini akan berdampak pada sektor-
sektor lain seperti industri restoran yang akan berdampak pada pertanian,
industri jasa perjalanan berdampak pada usaha catering dan sebagainya.
Pengembangan wisata bahari akan mendorong munculnya berbagai aktivitas
ekonomi kecil seperti kedai minum, restoran kecil, toko/warung cendera mata,
jasa penyewaan peralatan snorkling, diving, jetski, boat, jasa penyewaan
motor, mobil, penyedia translater, warung internet, warung telepon, pedangan
asongan, pedagang buah kelapa dan kegiatan ekonomi lainnya.
8.2. Penyerapan Tenaga Kerja
Jelas bahwa penyelenggaraan wisata bahari akan memberikan multiplier
effect ekonomi melalui peningkatan permintaan terhadap produk, tenaga kerja
dan pendapatan masyarakat maupun wilayah yang akan tercermin dalam
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan per kapita, produk
domestik regional bruto (PDRB), meningkatnya kesejahteraan masyarakat,
serta pemberdayaan koperasi dan UKM.
Dengan jumlah kabupaten/kota yang terletak di kawasan pesisir sekitar 250
maka pengembangan pariwisata bahari akan membawa dampak langsung
yang besar terhadap pendapatan masyarakat lokal maupun pemerintah
daerah.
Menjadi perlu juga untuk dipikirkan adalah pemberian peran yang lebih besar
kepada pelaku usaha kecil menengah baik yang berupa koperasi maupun
badan usaha. Koperasi perlu diarahkan menjadi klaster (usaha yang sejenis
dan satu mata rantai, dari bahan baku, produksi sampai pemasaran) yang
akan menumbuhkan iklim usaha yang kompetitif dan kondusif. Kompetitif
karena dalam klaster yang sama sehingga menciptakan spesialisasi
21. Pariwisata Bahari
8-21
antaranggotanya. Kondusif karena usaha diwadahi dalam satu wadah, yaitu
koperasi.
Pengembangan wisata bahari juga akan memberikan efek sosial berupa
pengurangan tindak kriminal. Penyerapan tenaga kerja jelas akan mengurangi
pengangguran serta mengurangi tindak kriminal, sebab hampir semua usia
produktif yang berdomisili di kawasan sekitar arena wisata bahari akan
mempunyai pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing.
Namun demikian, perlu diwaspadai jangan sampai semua harapan tersebut
tak terwujud lantaran kegiatan pariwisata masih dominan dikuasi para investor
dari luar daerah tersebut.
Untuk itu masyarakat di sekitar lokasi harus terus didorong untuk terlibat
dalam berbagai kegiatan ekonomi kreatif tersebut sehingga dampak dari
penyelenggaraan wisata bahari betul-betul dirasakan masyarakat sekitarnya.
22. Pariwisata Bahari
9-22
Artikel 9
Tentang Marine tourism Atau Wisata Bahari
http://tabeatamang.wordpress.com/2012/09/10/tentang-marine-tourism-atau-wisata-
bahari/
Kemasan kesempatan marine tourism (wisata bahari) sangat erat kaitannya dengan
penemuan baru yang menciptakan kegiatan baru dan memungkinkan untuk akses
ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak terpakai. Dengan demikian, dapatlah
dikatakan bahwa kemasan kesempatan untuk rekreasi laut sudah semakin
meningkat. Ada banyak kegiatan laut yang tentunya tersedia sekarang namun tidak
tersedia 30 tahun yang lalu. Isu penting yang berkaitan dengan penyediaan rekreasi
laut adalah kualitas lingkungannya. Kebanyakan kegiatan marine tourism
tergantung pada kualitas sumber dayanya, misalnya, memancing tidak dapat terjadi
jika tidak ada ikan. Sebuah kemasan marine tourism akan hilang kesempatan
rekreasi lautnya jika suatu daerah begitu tercemar serta berbahaya bagi kesehatan
manusia. Hal tersebut adalah suatu kenyataan bagi daerah pelabuhan dan pantai
seperti di beberapa kota besar. Dengan demikian, kemasan kegiatan laut, walaupun
semakin beragam, namun tetap dibatasi oleh kualitas lingkungan. Dampak dari
kegiatan pariwisata dan ketertiban manusia terhadap lingkungan laut mau tidak mau
mempengaruhi kemampuan kita agar memanfaatkan envinronment (lingkungan)
untuk rekreasi. Isu-isu dampak dan manajemen sangatlah penting bagi masa depan
wisata bahari.
9.1. Pengembangan Marine Tourism Yang Berkelanjutan dan Berbasis
Masyarakat
Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya
dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi perhatian besar dari para ahli
dan perencana pembangunan. Penafsiran yang multi-dimensional dari
fenomena ini menjadikan pariwisata didefinisikan secara luas dan rumit.
Konsep-konsep baru ditawarkan dengan penonjolan perspektif tertentu.
Pariwisata sering disamakan sebagai suatu industri karena fenomena ini
terkait dengan proses-proses produksi barang dan jasa dengan menggunakan
teknologi tertentu. Dalam perspektif geografi, pariwisata terkait dengan
fenomena mobilitas penduduk secara spasial yang terjadi karena perbedaan
fungsi-fungsi ruang (dan isinya) bagi kehidupan komunitas masyarakat
(Opperman, 1980). Keterkaitan antara berbagai fenomena kehidupan
masyarakat dalam pariwisata menyebabkan pariwisata ini hanya dapat
dipahami dengan baik apabila didasarkan pada pendekatan interdisiplin dan
transdisiplin.
Bisnis pariwisata saat ini menjadi sektor andalan di banyak negara. Naisbitt
(1997) menyatakan, pariwisata merupakan penghasil uang terbesar dan
sektor terkuat dalam perekonomian global. Pariwisata telah mampu
mempekerjakan sebanyak 204 juta orang di seluruh dunia menghasilkan 10,6
23. Pariwisata Bahari
9-23
persen Produk Nasional Bruto dunia; memberikan kontribusi pajak sebesar
655 juta dollar, sehingga tidak mengherankan apabila banyak negara
berlomba-lomba menjadikan negaranya sebagai objek yang kaya akan daya
tarik kepariwisataan. Seperti di Indonesia, pariwisata merupakan penghasil
devisa terbesar ke tiga setelah tekstil dan migas. Hal ini menunjukkan bahwa
industri jasa bidang pariwisata memilik potensi yang cukup besar untuk
menjadi tulang punggung perekonomian nasional di masa mendatang
(Sutowo, 2002). Sektor kepariwisataan menunjukkan perkembangan dan
kontibusi ekonomi yang cukup menarik dibandingkan dengan sektor lain di
saat Indonesia menghadapi masa krisis yang berkepanjangan. Hal ini terlihat
dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 4.606.416 (rata-
rata hari kunjungan 9,18 hari/orang) di tahun 1998 meningkat menjadi
5.064.217 orang dengan jumlah hari kunjungan 12,26/orang pada tahun 2000.
Besarnya devisa yang diperoleh sektor pariwisata pada tahun 2000 sebesar
5.75 milyar US$. Hal ini menunjukkan bahwa kepariwisataan sangat potensial
untuk dikembangkan di masa krisis.
Salah satu sumberdaya wisata yang potensial, yaitu wilayah pesisir
mempunyai kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentuk
alam, struktur historis, adat, budaya dan berbagai sumberdaya lain yang
terkait dengan pengembangan kepariwisataan. ”Hal ini merupakan karunia
dan anugerah Tuhan untuk dapat dikembangkan bagi kesejahteraan manusia.
Karena sebagai mahluk yang termulia diberi kuasa untuk memanfaatkan alam
serta segala isinya dengan penuh tanggung jawab. Alam dan sekitarnya
dengan berbagai keragaman yang tinggi seperti wilayah pesisir mempunyai
nilai atraktif dan turistik wajib dikelola dan dikembangkan bagi kesejahteraan
melalui marine tourism”.
Keragaman daerah pesisir untuk marine tourism berupa bentuk alamnya dan
juga keterkaitan ekologisnya dapat menarik minat wisatawan baik untuk
bermain, bersantai atau sekedar menikmati pemandangan. Marine tourism
merupakan suatu bentuk wisata potensial termasuk di dalam kegiatan clean
industry. Pelaksanaan marine tourism yang berhasil apabila memenuhi
berbagai komponen, yaitu terkaitnya dengan kelestarian lingkungan alami,
kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan
pengunjung yang menikmatinya dan keterpaduan komunitas dengan area
pengembangannya (Siti Nurisyah, 1998). Dengan memperhatikan komponen
tersebut maka marine tourism akan memberikan kontribusi nyata bagi
perekonomian masyarakat. Daya tarik marine tourism di kawasan pesisir dan
lautan Indonesia, merupakan anugerah yang tidak semua negara di dunia
memiliki kekayaan alam yang indah seperti ini. Dengan demikian agar
pengembangan marine tourism dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi pembangunan, maka dalam pelaksanaannya dibutuhkan strategi yang
terencana dan sistematis bagi masyarakat lokal. Keterlibatan atau partisipasi
masyarakat lokal sangatlah penting, termasuk dalam kaitannya dengan upaya
keberlanjutan pariwisata itu sendiri yang mencakup perlindungan terhadap
lingkungan maupun manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat. Hal inilah
24. Pariwisata Bahari
9-24
yang menjadi faktor utama dalam perspektif pengembangan pariwisata
daerah. Pengembangan pariwisata ini sudah tentu mempunyai kaitan dengan
berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun dari
segi sosial budaya.
Apabila dilihat dari segi ekonomi, pariwisata sebagai salah satu sumber
pendapatan asli daerah (PAD), antara lain berupa pajak, retribusi dan sumber
devisa bagi negara. Di samping itu, Industri pariwisata sebagai industri padat
karya akan membuka lapangan kerja bagi penduduk setempat, sekaligus
akan membuka peluang bagi home industri bagi masyarakat setempat dalam
bentuk karya seni kerajinan tangan dan souvenir khas daerah, jasa pemandu,
jasa transportasi, restaurant, dll. Hal tersebut akan menambah pendapatan
bagi masyarakat setempat.
9.2. Konsep Marine Tourism
Pembangunan pariwisata saat ini di arahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan yang berkelanjutan. Marine tourism dengan kesan penuh
makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan
atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga
diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan
konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk
beluk ekosistem pesisir, sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus
bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dimasa kini dan masa yang akan
datang.
Jenis wisata ini dapat memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara
langsung maupun tidak langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu,
berenang, snorkeling, diving, pancing, dan lain-lain. Kegiatan tidak langsung
seperti kegiatan olahraga pantai, piknik menikmati atmosfer dan
pemandangan wilayah pesisir dan laut (Siti Nurisyah, 1998). Konsep marine
tourism didasarkan pada pemandangan, keunikan alam, karakteristik
ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai
kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
a. Wheat (1994) berpendapat bahwa marine tourism adalah pasar khusus
untuk orang yang sadar akan lingkungan dan tertarik untuk mengamati
alam.
b. Steele (1993) menggambarkan kegiatan ecotourism bahari sebagai proses
ekonomi yang memasarkan ekosistem yang menarik dan langka.
c. Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima faktor batasan yang
mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu :
1) Lingkungan; ecotourism bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang
relatif belum tercemar atau terganggu .
2) Masyarakat; ecotourism harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan
ekonomi langsung kepada masyarakat.
25. Pariwisata Bahari
9-25
3) Pendidikan dan pengalaman; ecotourism harus dapat meningkatkan
pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya
pengalaman yang dimiliki.
4) Berkelanjutan; ecotourism dapat memberikan sumbangan positif bagi
keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka
panjang.
5) Manajemen; ecotourism harus dikelola secara baik dan menjamin
sustainability (berkelanjutan) lingkungan alam, budaya yang bertujuan
untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasi
mendatang.
Kelima prinsip utama ini merupakan dasar untuk pelaksanaan kegiatan
ecotourism yang berkelanjutan. Hiburan dan pengetahuan, yang secara tidak
langsung bagi alam juga memberikan manfaat, yaitu adanya insentif yang
dikembalikan untuk mengelola kegiatan konservasi alam. Output tidak
langsung, yaitu berupa tumbuhnya kesadaran dalam diri setiap orang
(wisatawan) untuk memperhatikan sikap hidup sehari-hari agar kegiatan yang
dilakukan tidak berdampak buruk pada alam. Kesadaran ini tumbuh sebagai
akibat dari kesan yang mendalam yang diperoleh wisatawan selama
berinteraksi secara langsung dengan lingkungan bahari. Orientasi
pemanfaatan utama pesisir dan lautan serta berbagai elemen pendukung
lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan
kawasan secara terpadu dalam usaha mengembangkan kawasan wisata.
Aspek kultural dan aspek fisik merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi
dan saling mendukung sebagai suatu kawasan marine tourism.
Gunn (1993) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan
berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu :
a. Mempertahankan kelestarian lingkungannya.
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut.
c. Menjamin kepuasan pengunjung.
d. Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di
sekitar kawasan dan zone pengembangannya.
Disamping keempat aspek di atas, kemampuan daya dukung untuk setiap
kawasan berbeda-beda, sehingga diperlukan perencanaan secara spatial
akan bermakna. Secara umum ragam daya dukung marine tourism, meliputi :
a. Daya Dukung Ekologis. Pigram (1983) mengemukakan bahwa daya
dukung ekologis sebagai tingkat maksimal penggunaan suatu kawasan.
b. Daya Dukung Fisik. Suatu kawasan wisata merupakan jumlah maksimum
penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam areal tanpa
menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas.
c. Daya Dukung Sosial. Suatu kawasan wisata dinyatakan sebagai batas
tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dimana
melampauinya akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas
pengalaman atau kepuasan.
26. Pariwisata Bahari
9-26
d. Daya Dukung Reakreasi, merupakan suatu konsep pengelolaan yang
menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan
kemampuan kawasan.
9.3. Konsep Marine Tourism Berkelanjutan Berbasis Masyarakat
Pembangunan berkelanjutan pada umumnya mempunyai sasaran
memberikan manfaat bagi generasi sekarang tanpa mengurangi manfaat bagi
generasi mendatang. Charles Birchdalam Erari K,Ph (1999) membandingkan
dunia sekarang ibarat kapal Titanic dengan gunung es yang terlihat sebanyak
5 (lima) pucuk yang merupakan ancaman bagi kehidupan manusia antara lain:
ledakan penduduk, krisis pangan, terkurasnya sumberdaya alam,
pengrusakan lingkungan hidup, dan perang. Selanjutnya disebutkan bahwa
suatu tuntutan akan perlunya masyarakat yang berkelanjutan, dan panggilan
kemanusiaan untuk bertindak sedemikian rupa agar kehidupan manusia dan
mahluk hidup lainnya menikmati hidup berkelanjutan ditengah keterbatasan
dunia. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan masyarakat untuk
memelihara lingkungan demi kehidupan masa mendatang.
Dengan demikian bahwa pariwisata berkelanjutan harus bertitik tolak dari
kepentingan dan partisipasi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan
wisatawan/pengunjung sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
dengan kata lain bahwa pengelolaan sumberdaya marine tourism dilakukan
sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat
terpenuhi dengan memelihara integritas kultural, proses ekologi yang
esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan. Adapun
prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan ini menurut Burns dan Holden terdiri dari :
a. Lingkungan memiliki nilai hakiki yang juga bisa sebagai aset pariwisata.
Pemanfaatannya bukan hanya untuk kepentingan jangka pendek, namun
juga untuk kenpentingan generasi mendatang.
b. Pariwisata harus diperkenalkan sebagai aktifitas yang positif dengan
memberikan keuntungan bersama kepada masyarakat, lingkungan dan
wisatawan itu sendiri.
c. Hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola sehingga
lingkungan tersebut berkelanjutan untuk jangka panjang. Pariwisata harus
tidak merusak sumberdaya, sehingga masih dapat dinikmati oleh generasi
mendatang atau membawa dampak yang dapat diterima.
d. Aktifitas pariwisata dan pembangunan harus peduli terhadap skala / ukuran
alam dan karakter tempat kegiatan tersebut dilakukan.
e. Pada lokasi lainnya, keharmonisan harus dibangun antara kebutuhan-
kebutuhan wisatawan, tempat/lingkungan dan masyarakat lokal.
f. Dalam dunia yang dinamis dan penuh dengan perubahan, dapat selalu
memberikan keuntungan. Adaptasi terhadap perubahan, bagaimanapun
juga, jangan sampai keluar dari prinsip-prinsip ini.
27. Pariwisata Bahari
9-27
g. Industri pariwisata, pemerintah lokal dan lembaga swadaya masyarakat,
pemerhati lingkungan, semuanya memiliki tugas untuk peduli pada prinsip-
prinsip tersebut di atas dan kekerja bersama untuk merealisasikannya.
Agar supaya marine tourism dapat berkelanjutan maka produk marine tourism
yang ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik.Dengan
demikian masyarakat akan peduli terhadap sumberdaya wisata karena
memberikan manfaat sehingga masyarakat merasakan kegiatan wisata
sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya.
Cernea (1991) dalam Lindberg dan Hawkins (1995) mengemukakan bahwa,
partisipasi lokal memberikan banyak peluang secara efektif dalam kegiatan
pembangunan di mana hal ini berarti bahwa memberi wewenang atau
kekuasaan pada masyarakat sebagai pemeran sosial dan bukan subjek pasif
untuk mengelola sumberdaya dan membuat keputusan serta melakukan
kontrol terhadap kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi kehidupan sesuai
dengan kemampuan mereka.
Adanya kegiatan marine tourism haruslah menjamin kelestarian lingkungan,
terutama yang terkait dengan sumberdaya hayati yang bersifat renewable
maupun non renewable, sehingga dapat menjamin peningkatan kesejahteraan
masyarakat di kawasan tersebut. (Editor : Rafans Manado – dari berbagai
sumber).
28. Pariwisata Bahari
10-28
Artikel 10
Panduan Teknis Perencanaan Tata Ruang Wilayah
Pesisir dan Laut
10.1. Ringkasan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi wilayah pesisir
dan laut yang sangat luas dan besar untuk pengembangan berbagai kegiatan
potensial yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Salah satu kegiatan yang sangat
potensial untuk dikembangkan adalah kegiatan wisata bahari. Luasnya
kawasan pesisir, jumlah pulau dan keragaman ekosistem yang dimiliki
Indonesia merupakan asset yang sangat potensial untuk pemanfaatan
berbagai bentuk kegiatan kepariwisataan.
Bentuk-bentuk kegiatan wisata yang dapat dimanfaatkan di wilayah pesisir
dan laut terdiri dari berbagai aktivitas seperti rekreasi, berenang, selancar,
mendayung, mancing, selam, berjemur di pantai dsb. Potensi pengembangan
dan pemanfaatan kegiatan ini dalam suatu ruang wilayah pengembangan
tentunya perlu disesuaikan dengan daya dukung yang dimiliki baik dari segi
daya dukung fisik maupun non fisik. Hal ini dilakukan untuk mengakomodir
pemanfaatan yang optimal sekaligus meminimalisasi kemungkinan konflik di
dalam pemanfaatan ruang.
Untuk mengakomodir perencanaan yang baik dalam pengembangan kegiatan
wisata berdasarkan daya dukung wilayahnya, maka buku ini mencoba
memberikan berbagai panduan teknis khusus untuk para pembuat keputusan
dalam hal bagaimana merencanakan dan melakukan penataan ruang di
wilayah pesisir dan laut untuk pemanfaatan kegiatan wisata bahari. Tujuan
dari penyusunan panduan ini adalah memberikan pedoman dan arahan materi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses pelaksanaan perencanaan
pada kawasan wisata bahari. Berbagai pengetahuan dan panduan teknis yang
diberikan dalam buku ini antara lain terdiri dari :
a. pengetahuan mengenai karakteristik pengembangan kegiatan wisata
bahari yang mencakup pengetahuan mengenai batasan pemanfaatan
kegiatan wisata dan karakteristik secara fisik pengembangan kegiatan
wisata bahari.
b. panduan teknis dalam penentuan kesesuaian lahan untuk berbagai
kegiatan wisata di wilayah pesisir dan laut melalui pedoman kriteria dan
paramter terukur yang harus diperhatikan
c. panduan dalam melakukan inventarisasi kebutuhan data untuk
perencanaan pada kawasan wisata bahari
d. panduan dalam pengenalan prinsip-prinsip konsep, model yang mungkin
dikembangkan serta komponen-komponen pengembangan kawasan
wisata yang dibutuhkan dalam melakukan suatu perencanaan detail teknis
kawasan wisata.
29. Pariwisata Bahari
10-29
Harapan dari penyusunan dan penerbitan buku ini selanjutnya adalah dapat
berguna dan membantu para pembuat keputusan dalam melakukan suatu
perencanaan dan penataan kawasan wisata bahari di wilayah pesisir dan laut.
10.2. Pendahuluan
10.2.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar yang memiliki
17.508 pulau, dengan luas perairannya melebihi luas daratannya yakni
sebesar 5,8 juta km2
dari 7,1 km2
. Panjang pantai yang dimiliki adalah
sebesar 81.000 km dengan keanekaragam ekosistem pesisir dan pantai
yang berkembang terdiri dari terumbu karang, padang lamun, mangrove dsb.
Kondisi ini mencerminkan bahwa negara kita memiliki wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil yang sangat besar dan potensial untuk dikembangkan.
Potensi pemanfaatan yang dapat dilakukan dikawasan pesisir sangat
beragam diantaranya adalah kegiatan perikanan dan kelautan, kegiatan
konservasi, pariwisata dan kegiatan lainnya.
Luasnya kawasan pesisir, jumlah pulau dan keragaman ekosistem yang
dimiliki ini merupakan aset yang sangat potensial untuk pemanfaatan
kegiatan kepariwisataan. Potensi ini juga didukung oleh daya tarik wisata
yang dimiliki terutama terhadap karakteristik keindahan panorama dan
keunikan sumberdaya ekosistemnya. Pemanfaatan potensi ini dalam suatu
kegiatan wisata bahari merupakan kegiatan yang dapat memunculkan
aktivitas ekonomi yang memungkinkan pertumbuhan wilayah serta
peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal.
Wilayah pesisir yang sering dijadikan obyek wisata merupakan salah satu
bentuk dari wisata alam, dimana wilayah pesisir ini menurut Dahuri (1996)
memiliki daya tarik untuk wisatawan karena keindahan dan keaslian
lingkungan seperti misalnya kehidupan di bawah air, bentuk pantai (gua-gua,
air terjun, pasir dan sebagainya) dan hutan-hutan pantai dengan kekayaan
jenis tumbuh-tumbuhan, burung dan hewan-hewan lain. Sedangkan Fabri
(1990) mengatakan bahwa pertimbangan orang menjadikan wilayah pesisir
sebagai daerah wisata dan rekreasi adalah karena wilayah pesisir memiliki
daerah untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti berenang, selancar,
mendayung, mancing, selam, dan berjemur di pantai yang mana
keseluruhan kegiatan tersebut akan lebih memuaskan dilakukan di wilayah
pesisir dari pada tempat lain.
Potensi pemanfaatan kegiatan wisata ini tentunya perlu disesuaikan dengan
daya dukung yang tersedia baik daya dukung fisik maupun non fisik. Hal ini
dilakukan untuk mengakomodir pemanfaatan yang optimal sekaligus
meminimalisasi kemungkinan konflik di dalam pemanfaatan ruang, sehingga
suatu perencanaan tata ruang dirasa perlu dilakukan sebagai pedoman dari
berbagai kegiatan yang akan dikembangkan pada suatu wilayah dan hal ini
tidak terkecuali untuk kegiatan wisata bahari.
30. Pariwisata Bahari
10-30
10.2.2. Tujuan & Sasaran
1. Tujuan
Tujuan dari penyusunan panduan ini adalah memberikan tuntunan dan
arahan materi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses
pelaksanaan perencanaan pada kawasan wisata bahari yang antara lain
adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasikan gambaran pengembangan kegiatan wisata bahari
yang mencakup pengetahuan mengenai batasan pemanfaatan
kegiatan wisata dan karakteristik secara fisik pengembangan kegiatan
wisata bahari.
b. Merumuskan kriteria-kriteria fisik maupun non fisik yang dibutuhkan
untuk menentukan kesesuaian pemanfaatan ruang kegiatan wisata
bahari.
c. Menginventarisasikan kebutuhan data untuk perencanaan pada
kawasan wisata bahari.
d. Merumuskan prinsip-prinsip pengembangan, konsep pengembangan
dan komponen pengembangan kawasan wisata dalam upaya
menunjang perumusan perencanaan detail kawasan wisata bahari.
2. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai adalah :
a. Teridentifikasikannya potensi dan permasalahan umum
pengembangan wisata bahari;
b. Teridentifikasikannya gambaran pengembangan kegiatan wisata
bahari yang mencakup pengetahuan mengenai batasan pemanfaatan
kegiatan wisata dan karakteristik secara fisik pengembangan kegiatan
wisata bahari;
c. Terumuskannya kriteria-kriteria fisik maupun non fisik yang dibutuhkan
untuk menentukan kesesuaian pemanfaatan kegiatan wisata bahari
d. Diketahuinya inventarisasi kebutuhan data untuk perencanaan pada
kawasan wisata bahari;
e. Terumuskannya prinsip-prinsip, konsep dan komponen-komponen
pengembangan kawasan wisata untuk kebutuhan perencanaan detail
kawasan.
10.2.3. Ruang Lingkup
Secara diagramatis, ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam buku ini
secara jelas diperlihatkan pada gambar berikut ini :
31. Pariwisata Bahari
10-31
Gambar 10.1
Diagram Alur Pikir
10.3. Kawasan Wisata Bahari di Wilayah Pesisir & Laut
10.3.1. Batasan Pengembangan Kawasan Wisata Bahari
Batasan pemanfaatan kegiatan wisata terdiri dari jenis-jenis kegiatan wisata
potensial yang dapat dimanfaatkan yang antara lain terdiri dari : wisata
pantai dan wisata kelautan.
Berikut dijabarkan melalui tabel, Batasan pengembangan kegiatan wisata
dengan jenis atraksi wisata potensial yang dapat dimanfaatkan untuk setiap
jenis kelas wisata.
Jenis Atraksi Wisata berdasarkan Jenis Wisata
Jenis Wisata Jenis Atraksi Wisata
Wisata Pesisir &
Pantai :
Kegiatan wisata yang
menempatkan pantai
dan lingkungan pesisir
sebagai daya tarik dan
beraktivitas wisata.
1. Wisata Rekreasi
Kegiatan wisata yang memanfaatkan lingkungan
obyek wisata pantai sebagai kegiatan rekreasi
untuk tujuan berkunjung dan menikmati keindahan
alam. Contoh : jalan-jalan, berjemur, bermain,
berkemah, dsb.
2. Wisata Olahraga
Kegiatan wisata yang memanfaatkan olahraga dan
32. Pariwisata Bahari
10-32
Jenis Wisata Jenis Atraksi Wisata
aktivitas luar sebagai daya tarik (olahraga pantai :
volley pantai, dsb).
3. Wisata Budaya
Kegiatan wisata yang memanfaatkan aktivitas
budaya di areal pantai sebagai tempat
penyelenggaraan budaya sebagai daya tarik wisata
(mis: upacara adat, kampung nelayan dengan
kehidupan penduduk asli, dsb).
4. Wisata Belanja
Kegiatan wisata yang memanfaatkan kawasan
komersial perdagangan retail sebagai tempat
rekreasi untuk tujuan berkunjung dan beraktivitas
berbelanja untuk kebutuhan berwisata (retail
makanan khas & souvenier).
5. Wisata Makan
Kegiatan wisata yang memanfaatkan areal gerai
makanan sebagai tempat berwisata untuk tujuan
berkunjung selain untuk kebutuhan pemenuhan
makanan (daya tarik makanan khas daerah, daya
tarik suasana tempat, atau daya tarik aglomerasi
tempat makanan).
6. Wisata Pendidikan
Kegiatan wisata yang memanfaatkan sumber daya
ilmu pengetahuan sebagai atraksi wisata, yang
diselenggarakan atau yang memanfaatkan areal
pantai atau pesisir sebagai tempat berwisata. (Mis:
tambak, jenis-jenis museum bahari, kampung
nelayan dengan keaslian pola kehidupan penduduk
nelayan, taman laut nasional ).
Wisata Laut :
Kegiatan wisata yang
memanfaatkan areal
perairan laut sebagai
daya tarik dan
beraktivitas wisata.
1. Wisata Rekreasi
Kegiatan wisata yang memanfaatkan lingkungan
perairan laut sebagai obyek wisata menjadi
kegiatan rekreasi untuk tujuan berkunjung dan
menikmati keindahan alam. (Mis: wisata observasi
bawah air: taman laut nasional).
2. Wisata Olahraga
Kegiatan wisata yang memanfaatkan lingkungan
perairan laut sebagai kegiatan olahraga dan
aktivitas luar (Mis: berenang, memancing, surving,
33. Pariwisata Bahari
10-33
Jenis Wisata Jenis Atraksi Wisata
diving, snorkeling, berlayar, jet ski).
3. Wisata Budaya
Kegiatan wisata yang memanfaatkan aktivitas
budaya di daerah perairan laut sebagai tempat
penyelenggaraan aktivitas budaya sebagai daya
tarik wisata (Mis: upacara adat, dsb).
Sumber : hasil analisis 2005
10.3.2. Karakteristik Kawasan Wisata Bahari
Pada dasarnya karakteristik pemanfaatan fisik wilayah ruang untuk kegiatan
wisata bahari merujuk ke defini wisata bahari itu sendir yaitu wisata yang
obyek dan daya tariknya bersumber dari potensi bentang laut (seascape)
maupun bentang darat pantai (coastal landscape) (Fandelli and Mukhlison,
2002). Oleh karena itu karakteristik fisik ruang wilayah potensial yang dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan wisata bahari antara lain :
1. Sumber Daya Ruang Daratan (Pesisir & Pantai)
Ruang pesisir dan pantai merupakan daerah berpasir yang memiliki
potensi fisik yang umumnya dimanfaatkan sebagai areal pemanfaatan
kegiatan wisata sekaligus rekreasi menikmati panorama pantai, jalan-
jalan, berjemur, bermain, atraksi wisata budaya, wisata olahraga pantai,
wisata makan di sepanjang pantai, dsb. Selain itu, areal pantai dan pesisir
juga dimanfaatkan sebagai tempat fasilitas akomodasi para pengunjung
seperti hotel, apartement, bungalow pribadi, daerah perkemahan dan
bangunan; daerah fasilitas infrastruktur seperti pertokoan, parkir, jalan
dan fasilitas lainnya.
2. Sumber Daya Ruang Perairan (laut)
Daerah perairan yang biasanya dapat dimanfaatkan untuk melakukan
aktivitas-aktivitas wisata seperti berenang, selancar angin, jet ski, perahu,
selam dan mancing.
10.3.3. Potensi Pengembangan Kawasan
Potensi pengembangan kawasan wisata dapat memberikan efek
pengembangan kegiatan lain yang tentunya mendukung kegiatan wisata itu
sendiri. Berikut merupakan diagram yang menggambarkan jenis-jenis
kegiatan yang mejadi kegiatan turunan akibat pengembangan kegiatan
wisata pada suatu kawasan :
34. Pariwisata Bahari
10-34
10.4. Rencana Penataan Kawasan Wisata Bahari
10.4.1. Kriteria Penentuan Kawasan
Kriteria yang digunakan untuk menentukan kawasan wisata dengan segala
atraksi wisata yang potensial dikembangkan di daerah pesisir, pantai dan
laut antara lain dipertimbangkan oleh beberapa kriteria umum dan faktor-
faktor yang harus diukur didalamnya. Secara umum kriteria-kriteria tersebut
antara lain adalah sebagai berikut :
35. Pariwisata Bahari
10-35
Tabel 10.1
Kriteria Fisik, Sosial, Eknomi dan Budaya
KRITERIA FISIK
o Topografi
o Batimetri
o Arus & Gelombang
o Bentuk Lahan
o Kecerahan
o Ekosistem
o Estetika
KRITERIA SOSIAL, EKONOMI & BUDAYA
o Daya Tarik Budaya & tradisi
o Daya dukung masyarakat
o Nilai Historis kawasan
KRITERIA, HUKUM KEBIJAKAN &
PERUNDANGAN
o Rencana Tata Ruang
o UU Pariwisata (UU NO 9 Thn 1990)
o UU Penataan Ruang (UU NO 24 Thn1992)
o UU Otonomi Daerah (UU No 22 Thn 1999)
o UU Perikanan (UU No 31 Thn 2004)
o UU Konservasi (UU No 5 Thn 1990)
o Norma-norma
1. Kriteria Fisik
Kriteria daya dukung fisik minimal yang harus dipenuhi untuk kawasan
wisata umumnya dipertimbangkan pada penilaian faktor lingkungan
pendukung. Penilaian lingkungan ini didasarkan pada penilaian secara
umum pada unsur biotis dan unsur kepentingan manusia.
a. Unsur Biotis
Unsur biotis merupakan unsur keadaan alam dan keasrian daerah
wilayah studi secara umum. Unsur-unsur biotis yang menjadi dasar
penilaian meliputi warna air, material terapung, tanda polusi, flora
penutup daratan, flora penutup lereng perairan, kondisi karang dan
spesies ikan.
b. Unsur Kepentingan Manusia
Unsur kepentingan manusia merupakan unsur yang mendukung
wisatawan dalam menikmati obyek wisata pada suatu daerah. Unsur
ini juga merupakan hasil dari perbuatan manusia, sehingga dalam
pemenuhan unsur ini dituntut peran aktif dari penduduk, instansi
pemerintah, dan pihak pengelola wisata daerah setempat.
Adapun penilaian unsur-unsur lingkungan tersebut secara jelas
dijabarkan dalam tabel berikut :
36. Pariwisata Bahari
10-36
Tabel 10.2
Kriteria Penilaian Unsur Estetika Untuk Kawasan Wisata
No. Kriteria Teknis Jelek Sedang Baik
Unsur biotis dan
kualitas perairan
1 Warna air berwarna berwarna Jernih
2 Material terapung Variasi
(Minyak,Sampah,b
usa, dll)
Vegetasi Tidak ada
3 Tanda polusi Jelas - Tidak ada
4 Flora penutup daratan Terbuka atau
rumput
semak pohon
5 Flora penutup lereng
perairan
Terbuka Lamun Terumbu
karang
6 Kondisi karang Jelek Sedang Baik
7 Spesies ikan Tidak ada - variasi
kecil
Sedang Bervariasi
No Kriteria Teknis Jelek Sedang Baik
Kepentingan
manusia dan faktor
1 Pencapaian dengan
kendaraan pribadi
Sulit Sedang Mudah
2 Pencapaian dengan
kendaraan umum
Sulit Sedang Mudah
3 Sarana dan prasarana
wisata
Tidak ada Sedikit Ada
4 Telekomunikasi Tidak ada Ada Ada
5 Listrik Tidak ada ada Ada
6 Perencanaan Tidak ada Belum Ada
7 Pelabuhan Tidak ada Tidak ada
/ada
Ada
8 Sarana jalan Tidak ada Jalan
setapak
Aspal
9 Jumlah bangunan Banyak sedang sedikit
10 Air tawar Tidak ada - Ada
(sedikit)
Ada
(banyak)
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)
Selain kriteria umum tersebut, terdapat kriteria fisik yang harus dipenuhi
untuk masing-masing atraksi, yang dijabarkan sebagai berikut:
37. Pariwisata Bahari
10-37
c. Kriteria Taman Nasional
Ketentuan taman nasional wilayah pesisir hendaknya mencakup hal-
hal sebagai berikut :
1) Satu atau beberapa cagar alam yang tidak boleh dimasuki oleh
umum
2) Kawasan alam yang masih asli yang terbuka bagi umum untuk
dinikmati dengan cara yang primitif (misalnya: berjalan kaki, naik
perahu dan sebagainya), tanpa adanya pembangunan fisik di
dalamnya.
3) Kawasan yang dimanfaatkan secara intensif, misalnya tempat
perkemahan dan keperluan-keperluan pariwisata lainnya.
d. Kriteria Obyek Wisata Selam
Kriteria fisik yang harus diperhatikan dalam penentukan kegiatan
wisata selam terdiri dari beberapa faktor yang antara lain seperti ;
topografi dan kedalaman, bentuk lahan, kecerahan, arus & gelombang
serta kondisi karang. Berikut merupakan penjabaran ketentuan kriteria-
kriteria tersebut:
1) Topografi dan Kedalaman
Obyek ini secara ideal harus dipilih daerah dengan topografi yang
tidak terlalu datar dan dangkal karena kondisi perairan tersebut
akan mengganggu pergerakan penyelam di dalam air. Lokasi yang
baik adalah perairan dengan topografi yang miring.
2) Bentuk Lahan dan Kecerahan
Bentuk lereng terumbu (reef slope) merupakan bentuk lahan yang
paling ideal selain karena bentuk topografinya yang miring, daerah
reef slope juga memiliki koleksi terumbu karang hingga kedalaman
30-40 meter. Diharapkan kecerahan di lokasi selam ini dapat
melebihi 15 meter sehingga penyelam dapat melihat panorama
bawah air secara jelas.
3) Arus dan Gelombang
Lokasi yang dipilih sebaiknya merupakan daerah dengan kondisi
arus yang tidak terlalu kuat agar tidak membahayakan penyelam.
Sebaiknya lokasi yang dipilih merupakan daerah yang tidak
bergelombang atau lokasi bergelombang dengan tinggi gelombang
yang tidak melebihi 1 meter. Kriteria tinggi gelombang dibagi atas
tiga yaitu gelombang tinggi jika tinggi gelombang lebih dari 1 meter,
gelombang sedang tingginya antara 50 cm – 1 meter dan hampir
tidak ada gelombang dengan tinggi gelombang kurang dari 50 cm
4) Kondisi karang
Lokasi untuk penyelaman yang dipilih merupakan daerah terumbu
karang yang masih hidup agar penyelam dapat menikmati
38. Pariwisata Bahari
10-38
keindahan berbagai jenis karang dan organisme yang berasosiasi di
dalamnya.
Secara lengkap penilaian kawasan lokasi selam tercantum dalam tabel
berikut:
Tabel 10.3
Kriteria Daya Dukung Kawasan Untuk Kegiatan Wisata Selam
No Kriteria Teknis Jelek Sedang Baik
1 Topografi Datar -Landai Terjal Miring -Agak curam
2 Bentuk lahan Daratan Reef flat Reef slope
3 Kedalaman (m) >50 30 – 50 15 – 30
4 Arus (cm/dt) >25 18 – 25 8 – 18
5 Gelombang (m) >1 0.5 – 1 < 0.5
6 Kecerahan (m) 2 - 5 5 - 10 10 - 15
7 Kondisi karang Tidak ada atau
hanya ada
Pecahan karang
mati Hidup
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)
e. Kriteria Obyek Wisata Snorkeling
Sedangkan untuk obyek wisata snorkeling ketentuannya adalah :
1) Bentuk Lahan, Topografi, Kedalaman, Kondisi Karang dan
Kecerahan
Kriteria teknis untuk parameter bentuk lahan bagi wisata snorkeling
ini, sebaiknya dipilih lokasi yang memiliki bentuk lahan rataan
terumbu (reef flat) yang berada pada kedalaman kurang dari lima
mater dengan topografi dasar perairan yang datar hingga agak
miring serta memiliki kondisi karang dan biota yang masih baik.
Kecerahan air diharapkan sangat baik sehingga orang dapat
mengamati keindahan terumbu karang tersebut hanya dari
permukaan perairan.
2) Arus, Gelombang dan Keterlindungan Gelombang
Kondisi arus pada lokasi yang dipilih hendaknya tidak terlalu kuat
dan lokasi tersebut terlindung dari gelombang sehingga diharapkan
tinggi gelombang yang ada tidak melebihi satu meter. Hal ini
ditujukan untuk keselamatan orang-orang yang melakukan
snorkeling.
Penilaian untuk obyek wisata snorkeling ini seperti yang tercantum
pada tabel :
39. Pariwisata Bahari
10-39
Tabel 10.4
Kriteria Daya Dukung Kawasan untuk Wisata Snorkeling
No Kritera Teknis Jelek Sedang Baik
1 Topografi Sangat curam
– curam
Agak curam Datar-landai
2 Bentuk lahan Lereng pantai Daratan Reef flat
cenderung
slope
3 Kedalaman (m) >15 5-15 <5
4 Arus (cm/dt) >25 18-25 8-18
5 Gelombang (m) >1 0.5-1 <0.5
6 Kecerahan (m) <2 2-5 >=15
7 Kondisi karang Tidak ada,
Pecahan
karang
Karang mati Hidup
8 Keterlindungan dari
gelombang
Tidak
terlindung
Terlindung Terlindung
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)
f. Kriteria Obyek Wisata Jet Ski dan Ski Air
Lain halnya dengan obyek wisata jet ski dan ski air, yakni:
1) Arus, Gelombang dan Keterlindungan Gelombang
Lokasi yang dipilih untuk kegiatan wisata ini sebaiknya kawasan
yang memiliki kondisi arus yang relatif tenang dan ketinggian
gelombang diharapkan hampir tidak ada dan lokasi yang dipilih
terlindung dari gelombang, misalnya di daerah teluk.
2) Kedalaman, Bentuk Lahan, Topografi dan Material Dasar
Perairan
Daerah jet ski dan ski air ini sangat baik berada pada kedalaman
lebih dari lima belas meter menghadap perairan lepas dengan dasar
perairannya daerah berpasir. Dengan kedalaman dan kondisi dasar
perairan seperti itu, pemain jet ski, dan ski air tidak perlu khawatir
untuk melakukan berbagai atraksi permainan. Lokasi pantai yang
dipilih sebaiknya berbatasan langsung dengan perairan yang relatif
dalam sehingga memungkinkan jet ski dan boat dapat merapat
langsung di daratan dan jika dibuatkan tempat berlabuh, tempat
tersebut tidak terlalu jauh dari daratan.
40. Pariwisata Bahari
10-40
Tabel 10.5
Kriteria Daya Dukung Kawasan Untuk Wisata Jet Ski dan Ski Air
No Kritera Teknis Jelek Sedang Baik
1 Topografi Datar-Landai miring Agak curam - curam
2 Bentuk lahan Lereng pantai Reef slope Periran lepas
3 Kedalaman (m) >5 5-15 >15
4 Arus (cm/dt) 25 18-25 10-18
5 Gelombang
(m)
>1 0.5-1 <0.5
6 Kondisi karang Hidup Mati Tidak ada, Pecahan
karang
7 Keterlindungan
dari gelombang
Tidak terlindung Cukup
terlindung
Terlindung
8 Material dasar
perairan
Terumbu karang Koral mati Pasir koral
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)
g. Kriteria Obyek Wisata Rekreasi
Sedangkan untuk kriteria fisik yang harus dipenuhi oleh wisata rekreasi
antara lain:
1) Topografi, Bentuk Lahan dan Material Permukaan
Lokasi yang dipilih sebaiknya memiliki kondisi topografi yang relatif
datar dengan bentuk lahan daratan pantai yang material
permukaannya ditutupi pasir putih. Sehingga dengan kondisi alam
seperti ini diharapkan pengunjung dapat memanfaatkan luasnya
pantai tersebut.
2) Penutup Lahan dan Panorama
Lokasi yang dipilih hendaknya merupakan lahan kosong dengan
panorama yang bagus dan sebaiknya berapa di posisi yang
strategis untuk dapat melihat matahari terbit dan terbenam dari
lokasi yang bersangkutan. Penilaian untuk obyek wisata ini
selengkapnya seperti terdapat dalam tabel berikut :
Tabel 10.6
Kriteria Daya Dukung Kawasan untuk Kawasan Rekreasi
No Kritera Teknis Jelek Sedang Baik
1 Topografi Terjal-Curam Miring Daratan - Hampir
datar
2 Bentuk lahan Daratan
tergenang
Bergelombang Daratan pantai,
Gunduk Pasir
3 Penutupan Mangrove/hutan Campur/ Pohon kelapa,
41. Pariwisata Bahari
10-41
No Kritera Teknis Jelek Sedang Baik
lahan lebat,Rumah cengkeh Lahan kosong
4 Material
permukaan
Tanah berbatuan Pasir-coral Pasir-lumpur
5 Panorama Kurang Sedang Baik
6 Matahari
terbit/terbenam
Tidak terlihat Terlihat Terlihat
Sumber : Fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)
h. Kriteria Obyek Wisata Pancing
Untuk wisata pancing kriteria fisiknya antara lain :
1) Bentuk Lahan, Topografi, Kedalaman, Kecerahan dan Spesies
Ikan
Lokasi yang dipilih hendaknya memiliki topografi datar atau hampir
datar, sehingga memudahkan pembuatan jembatan untuk sarana
pancing, jika dibutuhkan. Lokasi perairan disekitarnya sebaiknya
memiliki kedalaman lebih dari 15 meter dengan kecerahan yang
diharapkan dapat mencapai 15 meter serta lingkungannya
mendukung untuk hidupnya berbagai jenis ikan.
2) Arus, Gelombang dan Keterlindungan Gelombang
Kondisi arus, gelombang sebenarnya tidak begitu berpengaruh
namun hendaknya arus dan gelombang di lokasi ini diharapkan
tidak terlalu besar dan sebaiknya lokasi tersebut terlindung dari
gelombang. Secara jelas persyaratan untuk obyek wisata ini, terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 10.7
Kriteria Daya Dukung Kawasan untuk Kawasan Wisata Pancing
No Kritera Teknis Jelek Sedang Baik
1 Topografi Curam Curam menengah
-curam
Landai - Datar
2 Bentuk lahan Daratan
tergenang
Rataan pasir Berbukit,
Daratan
3 Kedalaman (m) >1 5-15 <5
4 Arus (cm/dt) 25 18-25 8-18
5 Gelombang (m) > 0.5-1 <0.5
6 Kecerahan 2-5 5-10 10-15
7 Keterlindungan
dari gelombang
Tidak
terlindung
Cukup Terlindung Terlindung
42. Pariwisata Bahari
10-42
No Kritera Teknis Jelek Sedang Baik
8 Spesies ikan Tidak ada –
Variasi kecil
Sedang Bervariasi
Sumber : Fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)
i. Kriteria Obyek Wisata Perkemahan
Untuk wisata perkemahan, kriteria fisik yang harus dipenuhi antara
lain :
1) Penutupan Lahan dan Panorama
Lokasi yang ideal bagi arena perkemahan dari segi tata ruang
adalah suatu kawasan yang mempunyai pepohonan yang berfungsi
sebagai pelindung panas dan angin. Lokasi perkemahan ini juga
sangat baik jika didukung dengan panorama yang bagus.
2) Bentuk Lahan, Topografi, Material Permukaan dan Drainase
Lokasi perkemahan sebaiknya terletak di darat dengan topografi
datar hingga landai dan material permukaannya tanah berbatuan.
Lokasi ini juga harus memiliki drainase yang baik sehingga air tidak
tergenang. Penilaian untuk obyek wisata ini secara jelas terdapat
pada tabel berikut :
Tabel 10.8
Kriteria Daya Dukung Kawasan untuk Wisata Perkemahan
No
Kritera
Teknis
Jelek Sedang Baik
1 Topografi Terjal - Curam Miring Landai - Datar-
hampir datar
2 Bentuk lahan Perairan, Gunung Bukit Gunduk Pasir,
Daratan
3 Penutupan
lahan
Mangrove/hutan
lebat, Perumahan
Lahan kosong/
cengkeh
Pohon kelapa,
Pohon campur
4 Material
permukaan
Pasir-lumpur Pasir-coral Pasir, Tanah
berbatuan
5 Panorama Kurang Sedang Bagus
6 Drainase Buruk Sedang Baik
Sumber : fabri (1990) dimodifikasi oleh Budiriyanto (1997)
Berikut merupakan contoh hasil tumpang tindih (overlay) berdasarkan
kriteria fisik yang dilakukan dalam melakukan proses zonasi
kesesuaian ruang untuk kegiatan wisata
43. Pariwisata Bahari
10-43
Gambar 10.2
Contoh Proses Zonasi Wisata pada Kawasan Perencanaan
Sumber : Model Perencanaan di Zona Penyangga dan Pemanfaatan sumber daya pesisir’2001
j. Kriteria Sosial, Ekonomi & Budaya Kawasan
Berikut merupakan kriteria-kriteria sosial, ekonomi & budaya yang
harus diperhatikan dalam melakukan penetapan lokasi setiap kegiatan
wisata:
Tabel 10.9
Kriteria Sosial, Ekonomi dan Budaya dalam Penetapan Lokasi
Jenis Wisata
Jenis Atraksi
Wisata
Daya Tarik
Budaya
Daya Dukung
Masyarakat
Nilai
Historis
Wisata
Pesisir &
Pantai
Wisata Rekreasi
Pantai
Sedang Tinggi Sedang
Wisata
Olahraga Pantai
Rendah Tinggi Rendah
Wisata Budaya Tinggi Tinggi Tinggi
Wisata Belanja Rendah Tinggi Rendah
Wisata Makan Rendah Tinggi Rendah
Wisata
pendidikan
Tinggi Tinggi Tinggi
Wisata Laut
Wisata Rekreasi
Laut
Rendah Tinggi Sedang
Wisata olahraga
air
Rendah Tinggi Rendah
Wisata Budaya Tinggi Tinggi Tinggi
44. Pariwisata Bahari
10-44
k. Kriteria Hukum Kebijakan & Perudangan
Dalam pengembangan setiap kegiatan wisata, perlu diperhatikan
kesesuaiannya dengan aturan-aturan yang berlaku terutama aturan-
aturan seperti :
1) Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan daerah
2) UU Pariwisata (UU No 9 Thn 1990)
3) UU Penataan Ruang (UU No 24 Thn 1992)
4) UU Otonomi Daerah (UU No 22 Thn 1999)
5) UU Perikanan (UU No 31 Thn 2004)
6) UU Konservasi (UU No 5 Thn 1990)
7) Norma-norma yang berlaku.
10.4.2. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kawasan
Pengembangan kawasan wisata bahari harus memenuhi beberapa prinsip
dasar yang terkait dengan upaya keberlanjutan kegiatan wisata. Prinsip-
prinsip tersebut antara lain:
1. Faktor Ekonomi (Economic Viable)
Faktor ekonomi berfokus pada pertimbangan kelayakan usaha
kepariwisataan. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah kegiatan
tersebut dapat menciptakan peningkatan ekonomi bagi wilayah dan
masyarakat setempat
2. Faktor Penerimaan Secara Sosial-Budaya Setempat (Sosio – Cultural
Acceptable)
Pengembangan wisata juga harus mempertimbangkan kesesuaiannya
dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat, sehingga
penting dipertimbangkan “apakah kegiatan tersebut tidak bertentangan
dengan sosial dan budaya masyarakat setempat?.”
3. Faktor Keberlanjutan Ekologis (Ecological Sustainable)
Perencanaan pengembangan harus mempertimbangkan pembangunan
yang tidak merusak lingkungan, sehingga diharapkan konsep
pengembangan memperhatikan pendekatan keberlanjutan ekologis.
4. Faktor Hukum dan Peraturan (Law Acceptabel)
Prinsip legalitas suatu rencana perlu diperhatikan terutama dalam hal
kesesuaiannya terhadap hukum-hukum yang berkembang dan peraturan
yang ada, seperti rencana tata ruang yang telah ditetapkan, peraturan
dan kebijakan daerah serta norma-norma yang berkembang di
masyarakat baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
10.4.3. Komponen Pengembangan Kawasan
Komponen-komponen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
kawasan wisata bahari pada dasarnya dipengaruhi oleh karakteristik dari
demand dan supply industri kepariwisataan itu sendiri. Faktor yang paling
45. Pariwisata Bahari
10-45
melekat dari industri ini dipengaruhi oleh faktor “supply” yang harus diberikan
kawasan wisata. Merujuk pada hal tersebut komponen-komponen
pengembangan wisata bahari yang harus dipenuhi antara lain diilustrasikan
oleh gambar berikut :
Gambar 10.3
Komponen Dasar Pengembangan Wisata
Sumber: Hasil Analisis & modifikasi dari Chalid Fandelli & Mukhlison, 2002)
Gambar diatas mengilustrasikan bahwa terdapat 3 (tiga) faktor faktor yang
menjadi dasar dalam menentukan komponen minimum dalam
pengembangan suatu kawasan wisata yaitu faktor atraksi, aksesibilitas dan
sarana dan prasarana, :
1. Atraksi Wisata
Daya tarik utama dari suatu kawasan wisata adalah daya tarik atraksi
yang dapat diberikan. Faktor ini menjadi faktor yang primer yang harus
dimiliki oleh suatu kawasan wisata
Komponen yang terkait dengan atraksi wisata:
a. Fasilitas atraksi wisata
b. Pusat informasi wisata
2. Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan faktor penting dalam merencanakan dan
mengembangan sebuah kawasan wisata mengingat pentingnya
memberikan kemudahan bagi pengunjung dalam melakukan aktivitas
wisata. Faktor ini merupakan pendukung bagi kawasan wisata, mengingat
bahwa faktor ini akan sangat mempengaruhi tingkat intensitas
pengunjung suatu kawasan wisata.
Komponen yang terkait dengan aksesibilitas kawasan wisata:
46. Pariwisata Bahari
10-46
a. Terminal angkutan.
b. Pelabuhan laut, marina, jetti, dermaga, dll.
c. Bandar Udara.
3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana wisata juga merupakan faktor yang perlu
direncanakan dalam pengembangan kawasan wisata. Sarana dan
prasarana yang lengkap akan membantu wisatawan dalam melakukan
aktivitas wisatanya. Jenis sarana dan prasarana dasar yang minimal
harus disediakan pada kawasan wisata akan dibahas lebih dalam dalam
bab selanjutnya.
Komponen di atas kemudian diklasifikasikan kembali berdasarkan tingkat
kepentingannya, yaitu komponen utama atau pendukung. Berikut
merupakan tabel klasifikasi komponen tersebut.
1. Perdagangan
Restoran
Toserba
Perdagangan retail
Pusat perbelanjaan
Pom bensin
2. Jasa
Penginapan
Travel agent
Perbankan
Money changer
Asuransi
Penyewaan kendaraan
Pusat hiburan
Pusat kebugaran
3. Lain-lain
Kantor pemerintah
Kantor polisi
Kantor Pos
Perencanaan fasilitas kawasan wisata dapat ditujukan pada 2 (dua) jenis
komponen dasar berdasarkan karakteristik kebutuhan dalam melakukan
aktivitas wisata. Kedua jenis komponen tersebut antara lain :
a. KOMPONEN PRIMER (Associated w/ Tourism)
Komponen ini merupakan fasilitas yang harus disediakan pada
kawasan wisata. Fasilitas-fasilitas tersebut merupakan fasilitas yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan wisatawan dalam
melakukan kegiatan wisata, antara lain: fasilitas transportasi,
infrastruktur dasar (air bersih, listrik, telepon, dsb), agen travel,
akomodasi, fasilitas makan (restoran & gerai makanan), dan fasilitas
atraksi wisata.
b. KOMPONEN SEKUNDER (Help Tourism)
Komponen ini merupakan fasilitas yang sifatnya membantu wisatawan
yang sifatnya memberi nilai tambah bagi para wisatawan dalam
melakukan kegiatan wisata. Fasilitas tersebut antara lain: Retail
shopping, perbankan, asuransi, fasilitas hibur, aktivitn,area bersantai,
personal service’s facilities, pelayanan publik, Gerai makanan (fasilitas
makanan: restoran, atau yang sejenis), bahan bakar, dsb.
47. Pariwisata Bahari
10-47
Berdasarkan pembagian tersebut, maka secara garis besar klasifikasi
komponen wisata berdasarkan sifat komponen tersebut tersaji pada tabel
berikut:
Tabel 10.10
Kategori Komponen Wisata
Komponen Wisata Kategori Komponen
Utama Pendukung
Atraksi Wisata
Ruang Atraksi wisata
Pusat Informasi Wisata
Aksesibilitas
terminal angkutan
Pelabuhan Laut, marina
Bandar Udara
Sarana & Prasarana
Perdagangan
Restoran
Toserba
Perdagangan Retail
Pusat perbelanjaan (mall, toserba)
Pom Bensin
Jasa
Penginapan
Travel Agen
Perbankan
Money Changer
Asuransi
Penyewaan Kendaraan
Pusat hiburan (bioskop, teater, night club)
Pusat kebugaran
Lain-lain
Kantor Pemerintah
Kantor Polisi
Sumber : hasil analisa’2005
Sedangkan estimasi kebutuhan ruang dan hubungan keterkaitan antara
komponen wisata dijabarkan pada Tabel 10.11 dan Tabel 10.12 berikut
ini :
10.4.4. Konsep Rencana Tata Ruang Kawasan
Konsep pengembangan kawasan wisata di kawasan pesisir dan laut pada
dasarnya diturunkan dari prinsip-prinsip pengembangan yang harus
48. Pariwisata Bahari
10-48
diperhatikan oleh kegiatan wisata. Konsep yang dapat diterapkan untuk
kegiatan wisata bahari secara antara lain adalah :
1. Kegiatan wisata pesisir dan laut didasarkan pada pemandangan,
keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan
karakteristik masyarakat.
2. Pembangunan yang dilakukan memprioritaskan penggunaan bahan
material yang alami dan ramah lingkungan.
3. Ketinggian bangunan wisata hendaknya diatur sedemikian rupa dengan
mengatur perbedaan ketinggian dari dan ke bibir pantai, semakin
mendekati areal laut tingkat ketinggian bangunan dibuat semakin rendah
agar bangunan yang memiliki jarak relatif jauh dari pantai tetap menikmati
pemandangan dan masih merasakan hawa laut
4. Konsep desain bangunan disesuaikan dengan karakter budaya dan
arsitektur alami wilayah setempat / budaya lokal.
5. Kegiatan wisata yang langsung memanfaatkan sumber daya alam berupa
kekayaan ekosistem laut dan pesisir hendaknya mengembangkan sistem
pengelolaan yang berwawasan lingkungan yang didukung melalui
mekanisme sistem legalitas dan sistem kegiatan berwawasan konservasi
lingkungan.
6. Model wisata mass tourism dan ecotourism dapat dilakukan secara
berdampingan namun perlu dilakukan pembatasan yang memisahkan
diantara kedua wilayah pemanfaatannya yang dapat dilakukan melalui
barier regulasi atau pengembangan barier fisik.
Tabel 10.11
Estimasi Kebutuhan Fasilitas Dasar Kawasan Wisata
49. Pariwisata Bahari
10-49
Tabel 10.12
Hubungan Antar Komponen Wisata
1. Model Pengembangan Kegiatan Wisata
Model pengembangan yang dapat diaplikasikan untuk kegiatan wisata
terdiri dari 2 (dua) yaitu:
a. Model Pengembangan Pariwisata Massal (Mass Tourism)
Model ini merupakan model paradigma lama dalam melakukan
pengembangan kegiatan wisata. Model ini pendekatan yang dilakukan
adalah:
1) Pembangunan Skala Besar Dengan Teknologi Tinggi
Jenis atraksi wisata yang merupakan hasil teknologi buatan
manusia lebih banyak dikembangkan sebagai daya tarik wisata
dibandingkan atraksi alamiah. Selain itu, pemenuhan kombinasi
kelengkapan sarana dan prasarana dasar pendukung juga menjadi
konsep pengembangan wisata yang dilakukan.
2) Sasaran atau Target Pengunjungnya Adalah Jumlah Wisatawan
Skala Besar
Konsep ini menargetkan jumlah pengunjung skala besar baik
berupa kelompok wisatawan maupun aglomerasi wisatawan
individu.
50. Pariwisata Bahari
10-50
Dalam perkembangannya, konsep ini menjadi kurang berkembang
diakibatkan sifatnya yang kurang mendukung konsep sustainable
tourism development yang berkembang saat ini. Hal tersebut
disebabkan karena dalam kegiatan pembangunan skala besar dirasa
memberikan dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan. Selain
itu, perubahan ini juga terjadi akibat adanya perubahan keinginan dan
kondisi psikologis wisatawan yang saat ini cenderung menyukai jenis
atraksi wisata yang alami dan khas (kembali ke alam) serta yang
memberikan nuansa petualangan.
b. Model Pengembangan Pariwista Alam (Ecotourism)
Model ini merupakan model pariwisata alam yang bertanggung jawab
atau secara definisi adalah
"responsible travel to natural areas that conserves the environment
and sustains the well-being of local people." (Hari Srinivas)
Dengan kata lain kegiatan ini merupakan jenis wisata yang
bertanggungjawab karena sifatnya yang tetap mempertahankan
konservasi lingkungan dan keberadaan kehidupan sosial masyarakat
setempat.
Pendekatan yang dilakukan dalam model pengembangan wisata ini,
antara lain adalah:
1) Pembangunan Skala Kecil Yang Berwawasan Lingkungan
Konsep pengembangan wisata yang dilakukan merujuk pada
konsep sustainable tourism development, sehingga konsep
pengembangannya dilakukan dengan mengupayakan dampak
lingkungan yang seminimal mungkin. Pada umumnya kegiatan
pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan skala kecil,
dengan konsep alami, yang didukung oleh teknologi pembangunan
yang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Jenis atraksi wisata lebih memanfaatkan keunikan sumber daya
alam dan sosial budaya yang dimiliki (natural resources)
2) Sasaran atau Target Pengunjung Skala Kecil (Individual
Traveler)
Target pengunjung atau wisatawan dalam model ini adalah jenis
pengunjung individu yang cenderung mencari petualangan, dengan
adanya strategi pembatasan kapasitas pengunjung. Tujuan
pembatasan ini dilakukan untuk upaya meminimalisasi kerusakan
lingkungan yang mungkin terjadi.
Perbedaan mendasar dari kedua model pengembangan wisata tersebut
dijabarkan pada tabel dibawah ini :
51. Pariwisata Bahari
10-51
Tabel 10.13
Perbedaan Model Mass Tourism & Ecotourism
Mass Tourism Ecotourism
Demand o Package/group tourism
o Sun lust/sight seeing
o Savety
o Lower cost demand
o Independent travelers
o Seeking a variety of special
interest
Supply o Large scale travelers
o Services/resort
o Foreign ownership
o Greater dependence on man
o Made attraction
o High accesibility (commond
quality)
o Small scale travelers
o Services architecture
o Local ownership control
o Greater dependence on pristine
o Culture or environment
o Lower accebility (high quality)
Sumber : Faulker 1997
Model pengembangan kegiatan wisata tersebut diatas kemudian
menghasilkan model Pengembangan Kegiatan Wisata. Model ini
membagi Wilayah Perencanaan kedalam 4 jenis zona yang antara lain
terdiri dari :
a. Zona Pemanfaatan
b. Zona Penyangga,
c. Zona Inti, dan
d. Zona Konservasi.
Berikut (Gambar 10.4) dijabarkan model pengembangan perencanaan
fasilitas pada kawasan wisata.
10.4.5. Model Perencanaan Pemanfaatan Lahan Wisata
Gambar 10.5 berikut ini mengilustrasikan model umum pengembangan
ruang untuk kegiatan wisata seperti yang telah diterangkan sebelumnya.
Ilustrasi ini hanyalah merupakan contoh pengembangan yang mungkin dapat
diterapkan pada suatu kawasan wisata wisata pesisir dan laut :
53. Pariwisata Bahari
10-53
Gambar 10.5
Ilustrasi Pola Pemanfaatan Ruang Wisata
3
2
buffer vegetasi pantai
Boat
boat
Boat
wisata diving
zona
konservasi
a
wisata Snorkeling
terumbu karang
Dermaga khusus wisata renang
wisata rekreasi & bermain di pantai
wisata renang
Perdagangan & jasa modern
wisata rekreasi & bermain di pantai
Areal wisata jet ski, parasailing,
sailing
Wisata surving
C
C
C
boat
boat
Rumpon
Wisata Pancing
Bungalow
Penginapan kelas
menengah
penginapan skala menengah - atas
(model bungalow/vila)
Restoran
Restoran
Perdagangan retail
& jasa
Perdagangan retail
Perdagangan retail
& jasa
LEGENDA
1
Kawasan Atraksi wisata
Kawasan perdagangan & jasa
kawasan campuran
pemukiman
Penginapan
Kawasan permukiman
1 : kawasan wisata private dengan model ecotourism
2 : kawasan wisata publik dengan model mass tourism
3 : kawasan wisata olahraga petualangan
perdagangan
& jasa Hiburan
jalan
Penginapan
Restoran
kantor
pengelola
fasilitas olah raga air (jet
ski, parasailing, dsb)