Perlunya menetapkan arah, kebijakan, dan strategi sektor pertambangan nasional yang jelas dan terukur dan menuangkannya ke dalam suatu dokumen kebijakan pertambangan nasional yang bersifat resmi dan mengikat dalam aturan dan pelaksanaannya.
1. UU No.11 Tahun 1967 Vs.UU No.4 Tahun 2009
NIKKA SASONGKO
120140204016
INDONESIA DEFENSE UNIVERSITY
MASTER DEGREE
ENERGY SECURITY MAJOR
2015
Hukum & Pengusahaan Energi | Prof. Hikmahanto Juwono
2. Isi UU
UU Nomor 11 Tahun
1967
UU Nomor 4 Tahun
2009
37 Pasal dan 12 Bab 175 Pasal dan 26 Bab
3. Kandungan Tambang
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Segala bahan galian (unsur-
unsur kimia mineral-
mineral, bijih-bijih, dan
segala macam batuan
termasuk batu-batu mulia
yang merupakan endapan-
endapan alam)
Lebih spesifik yaitu mineral
dan Batubara
4. Golongan Bahan Tambang
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
a. golongan bahan galian
strategis
b. golongan bahan galian
vital
c. golongan bahan galian
yang Non strategis &
Non Vital
a. mineral radioaktif,
b. mineral logam,
c. mineral bukan logam
dan batuan,
d. batubara
5. Penguasaan Pertambangan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Pemerintah • Dikuasai negara,
diselenggarakan oleh
pemerintah dan/atau
pemerintah daerah
• Pemerintah setelah
berkonsultasi dengan DPR
menetapkan kebijakan untuk
kepentingan dalam negeri
6. Kewenangan Pengelolaan
UU Nomor 11 Tahun
1967
UU Nomor 4 Tahun
2009
a. Bahan galian golongan strategis dan
vital oleh Menteri
b. Bahan galian golongan Vital dan
Non strategis-Non Vital oleh
Pemerintah Daerah Tingkat I
1. Bupati/Walikota apabila Wilayah
Izin Usaha Pertambangan (WIUP)
berada dalam satu wilayah
Kabupaten/Kota
2. Gubernur apabila WIUP berada
pada lintas Wilayah Kab/Kota
3. Menteri apabila WIUP berada pada
lintas wilayah Provinsi
7. Pengawasan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Terpusat kepada Menteri
Pembinaan dan Pengawasan
terhadap pemegang IUP dan
IUPK dilakukan oleh Menteri,
Gubernur, Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangannya,
sedangkan untuk IPR
merupakan tugas
Bupati/Walikota
8. Penggunaan Lahan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Dalam penggunaan lahan
dilakukan pembatasan tanah
yang dapat diusahakan
Pembatasan tanah yang dapat
diusahakan dan sebelum
memasuki tahap operasi produksi
pemegang IUP/IUPK wajib
menyelesaikan hak atas tanah
dengan pemegang hak atas tanah
9. Wilayah Pertambangan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Tidak diatur secara jelas. Hanya
disebutkan bahwa tidak meliputi :
tempat-tempat kuburan, tempat-
tempat yang dianggap suci, pekerjaan-
pekerjaan umum, misalnya jalan-jalan
umum, jalan-jalan, jalan kereta api,
saluran air listrik, gas dan sebagainya.
Tempat-tempat pekerjaan usaha
pertambangan lain, bangunan-
bangunan, rumah tempat tinggal atau
pabrik-pabrik.
a. WUP (Wilayah Usaha
Pertambangan)
b. WPR (Wilayah Pertambangan
Rakyat)
c. WPN (Wilayah Pencadangan
Negara)
10. Bentuk Perizinan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
• Kuasa Pertambangan (KP),
• Surat Ijin Pertambangan
Daerah (SIPD),
• Surat Izin Pertambangan
Rakyat (SIPR),
• Kontrak Karya (KK)/
Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara
(PKP2B)
• Izin Usaha pertambangan
(IUP)
• Izin Pertambangan Rakyat
(IPR)
• Izin Usaha Pertambangan
Khusus (IUPK)
11. UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
a. Investor domestik (KP, SIPD, PKP2B)
b. Investor asing (KK, PKP2B)
a. IUP (Izin Usaha Pertambangan) diberikan
pada badan usaha, koperasi dan perseorangan
(pasal 38)
b. IPR (Izin Pertambangan Rakyat) diberikan
pada penduduk setempat, naik perseorangan
maupun kelompok masyarakat dan atau
koperasi (pasal 67), dengan luas terperinci
(pasal 68)
c. IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus)
diberikan pada badan usaha berbadan hukum
Indonesia, baik BUMN, BUMD, maupun
swasta. BUMN dan BUMD mendapat prioritas
(pasal 75)
12. Pelaksana Usaha Pertambangan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
a. Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri
b. Perusahaan Negara
c. Perusahaan Daerah
d. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara
dan Daerah
e. Koperasi
f. Badan atau perseorangan swasta yang memenuhi
syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1)
g. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara
dan/atau Daerah dengan Koperasi dan/atau
Badan/Perseorangan Swasta yang memenuhi syarat-
syarat yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1)
h. Pertambangan Rakyat
a. Pemegang IUP atau IUPK
b. Badan Usaha
c. Koperasi
d. Perseorangan sesuai dengan kualifikasi yang telah
ditetapkan oleh klasifikasi Menteri.
13. Tahapan Usaha Pertambangan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
• Penyelidikan Umum
• Eksplorasi
• Eksploitasi
• Pengolahan & Pemurnian
• Pengangkutan
• Penjualan
• IUP Eksplorasi meliputi kegiatan :
- penyelidikan umum
- eksplorasi
- studi kelayakan
• IUP Operasi Produksi meliputi
kegiatan :
- Konstruksi
- penambangan
- pengolahan dan pemurnian
- serta pengangkutan dan penjualan
14. Perizinan Usaha
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Permohonan
• Lelang untuk mineral
logam dan batubara
• Permohonan Wilayah
untuk mineral bukan
logam dan batuan
perijinan
15. Jangka Waktu Perizinan
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
• KP/KK/PKP2B Penyelidikan Umum (1+1 Tahun),
• KP/KK/PKP2B Eksplorasi (3 Tahun + 2 x 1 Tahun),
• KK/PKP2B Studi Kelayakan (1 + 1 Tahun),
• KK/PKP2B Konstruksi (3 Tahun),
• KP/KK/PKP2B Operasi Produksi/Eksplotasi termasuk
pengolahan dan pemurnian serta pemasaran (30
Tahun + 2 x 10 tahun)
- IUP Eksplorasi mineral logam (8 tahun) terdiri dari
Penyelidikan umum (1 tahun), Eksplorasi (3 tahun + 2x1
tahun) dan studi kelayakan (1+1 tahun);
- IUP Eksplorasi Batubara (7 tahun) terdiri dari
Penyelidikan Umum (1 tahun), Eksplorasi (2 tahun + 2x1
tahun) dan Studi Kelayakam (2 tahun);
- IUP Operasi Produksi mineral dan Batubara (20 tahun +
2 x 10 tahun) terdiri dari konstrulsi (3 tahun) dan
kegiatan penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan (20 tahun)
16. Hak dan Kewajiban
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
1. Keuangan :
a. KP, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. KK/PKP2B, tetap pada saat kontrak ditandatangani
2. Lingkungan (sedikit diatur)
3. Nilai tambah (hanya diatur didalam kontrak)
4. Pemanfaatan tenaga kerja setempat (tidak diatur)
5. Kemitraaan pengusaha lokal (tidak diatur)
6. Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (tidak diatur)
1. Keuangan : membayar pendapatan negara dan daerah : Pajak,
PNBP, iuran (pasal 128-133)
2. Lingkungan:
a. Good mining practices (pasal 95)
b. Reklamasi, pasca tambang dan konservasi yang telah
direncanakan, beseta dana yang disediakan (pasal 96-
100)
3. Pemegang IUP operasi produksi wajib melakukan pengolahan
dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri untuk Nilai
Tambah (pasal 103-104)
4. Mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat (pasal
106)
5. Saat tahap operasi produksi, wajib mengikutsertakan
pengusaha lokal (pasal 107)
6. Menyusun program pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat (pasal 108)
7. Wajib menggunakan perusahaan jasa pertambangan lokal
dan/atau nasional seperti konsultasi dan perencanaan (pasal
124)
17. Divestasi
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
Tidak diatur
Setelah 5 (lima) tahun berproduksi,
badan usaha pemegang IUP dan IUPK
yang sahamnya dimiliki oleh asing
wajib melakukan divestasi saham pada
Pemerintah, Pemerintah daerah, badan
usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, atau badan usaha swasta
nasional
18. Sanksi
UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
- Ketentuan pidana diatur tetapi aturan
tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan
situasi dan kondisi saat ini. Hukuman
penjara selama-lamanya enam tahun
dan/atau dengan denda setinggi-tingginya
lima ratus ribu rupiah. Sanksi pidana
/kurungan sangat sedikit (Pasal 31,32,33)
- Tidak ada sangsi pidana terhadap
pemberi/penerbit izin
• Sanksi Administratif yang cukup keras
kepada pemegang IUP, IPR, atau IUPK jika
melakukan pelanggaran berupa : peringatan
tertulis, penghentian sementara sebagian
atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi
produksi dan/atau pencabutan IUP, IPR,
atau IUPK (Pasal 151, 152).
• Pidana penjara paling lama 10 tahun dan
denda pasling banyak 10 Miliar (Pasal 158,
159,160)
19. KELEBIHAN UNDANG-UNDANG NO. 4
TAHUN 2009
1. Ditiadakannya sistem kontrak karya, maka Pemerintah menjadi
pihak yang memberi ijin kepada pelaku usaha di industri
pertambangan mineral dan batubara.
2. Undang-Undang ini telah mengatur dan memperhatikan
masalah mengenai pengelolaan dan pelestarian lingkungan
akibat kegiatan eksplorasi.
3. Telah diatur distribusi kewenangan yang jelas antara
penyelenggaraan kebijakan pertambangan umum.
4. Adanya kepastian hukum pemberian sanksi bagi pelaku
pelanggaran usaha pertambangan.
20. 5. Pemerintah menetapkan prioritas nasional seperti Domestic
Market Obligation (DMO), nilai tambah hasil tambang,
divestasi, dan lain-lain.
6. Telah diatur mekanisme pengusahaan mulai dari sistem
pelelangan, luas wilayah, jangka waktu, dan lain-lain.
7. Hak-hak masyarakat telah dilindungi mulai dari kewajiban
pengembangan masyarakat dan perlindungan lingkungan di
sekitar tambang.
8. UU Minerba juga mengakomodasi kepentingan daerah, dengan
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk
dapat menjalankan fungsi perencanaan, pembatasan luas
wilayah, dan jangka waktu izin usaha pertambangan.
9. Terdapat pasal yang mengatur tentang batasan wilayah
maksimal operasi pertambangan.
21. KELEMAHAN UNDANG-UNDANG
NO. 4 TAHUN 2009
1. UU ini tidak mengatur secara tegas dan eksplisit perihal kewajiban
memasok kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).
2. UU Minerba masih belum mengatur secara jelas mengenai divestasi.
3. Tidak jelas dan tegasnya jumlah besaran sesungguhnya penerimaan negara
dari pajak dan non pajak.
4. Kewenangan pemberian IUP diberikan kepada pemerintah daerah, namun
belum disertai dengan kerangka acuan strategi kebijakan pertambangan
nasional yang jelas.
5. UU Minerba juga tidak mampu mengintervensi dan memperbaiki kontrak-kontrak
pertambangan yang telah ada sebelumnya.
6. UU Minerba cenderung masih memuat ketentuan yang bersifat sangat umum.
22. 7. Tidak diakuinya Hak Veto rakyat dan tidak adanya perlindungan masyarakat
yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan.
8. Terancamnya kawasan hutan lindung dan hutan adat karena adanya alih
fungsi hutan setelah ada izin dari pemerintah.
9. Adanya kontradiktif dengan UU Lingkungan Hidup yang mengakui legal
standing organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan terhadap
perusahaan yang merusak lingkungan.
10. Beberapa pasal yang dinilai tidak memperhatikan masyarakat yang justru
terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan
11. Kurangnya Transparansi & akuntabilitas
23. SARAN DAN REKOMENDASI
Pemerintah perlu menetapkan arah kebijakan dan strategi sektor
pertambangan nasional yang jelas, terukur dengan
menuangkannya ke dalam sebuah dokumen kebijakan
pertambangan nasional yang bersifat resmi dan mengikat dalam
aturan dan pelaksanaannya.
Pemerintah juga seharusnya mulai concern mengenai
transparansi.